Purwokerto (KABARIN) - Sejumlah akademisi mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar segera membentuk Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres. Menurut mereka, ini bukan sekadar formalitas tapi kewajiban konstitusi yang penting untuk menjaga kualitas keputusan pemerintah.
Prof Riris Ardhanariswari dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menekankan hal ini saat acara Refleksi Akhir Tahun di Purwokerto. Ia bilang pembentukan Wantimpres diatur langsung di Pasal 16 UUD 1945 hasil amandemen keempat dan bersifat wajib.
"Pasal 16 UUD 1945 jelas memerintahkan pembentukan Wantimpres. Setelah amandemen keempat, keberadaan Wantimpres itu wajib, bukan opsional," ujar Prof Riris.
Menurutnya, hingga satu tahun pemerintahan berjalan, Wantimpres belum terbentuk dan ini menimbulkan persoalan serius dari perspektif hukum tata negara. Ia juga menyoroti soal efisiensi tata kelola pemerintahan dan penggunaan anggaran karena terlalu banyak utusan, penasihat, dan staf khusus presiden yang justru bisa memicu pemborosan.
"Secara konsep, Wantimpres memberikan nasihat dan pertimbangan langsung kepada presiden. Ini lebih efisien dibandingkan mekanisme berlapis melalui Sekretaris Kabinet," tambahnya.
Prof Riris menekankan, Wantimpres berbeda dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) karena UU terbaru tidak menyebutkan format DPA sama sekali. Ia berharap Presiden bisa memadukan figur baru yang ahli di bidangnya dengan personel lama agar kualitas kebijakan dan keputusan nasional lebih presisi dan sesuai koridor hukum.
Dosen FISIP Unsoed, Luthfi Makhasin, menilai keterlambatan pembentukan Wantimpres lebih disebabkan pertimbangan politik. Secara politik, Presiden Prabowo dianggap berada di posisi yang kuat karena kabinet sudah lengkap dan posisi strategis di eksekutif serta lembaga non-kementerian telah terisi.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana norma informal politik kadang mengalahkan aturan formal kelembagaan, meski secara konstitusional seharusnya dijalankan.
Anggota DPR periode 2019–2024, Honing Sanny, menegaskan Pasal 16 UUD 1945 bersifat mandatori. UU Nomor 19/2006 yang diubah dengan UU Nomor 64/2024 jelas menyebut Wantimpres harus terbentuk paling lambat tiga bulan setelah presiden dilantik. Dengan pelantikan tanggal 20 Oktober 2024, seharusnya Wantimpres sudah terbentuk pada 20 Januari 2025.
Namun kenyataannya, belum dibentuknya Wantimpres berpotensi menimbulkan persoalan politik konstitusional. Fungsi pengawasan DPR seharusnya menyoroti hal ini, tapi dominasi partai pendukung pemerintah membuat isu tersebut belum muncul secara kuat di parlemen.
Bambang Barata Aji dari Ikatan Alumni Lemhannas Jawa Tengah bilang diskusi ini digelar untuk mengingatkan Presiden agar konsisten menjalankan konstitusi. Ia menekankan pentingnya presiden mendapat masukan yang objektif dan nasihat dari para senior karena tidak ada pemimpin yang sempurna.
Sumber: ANTARA