Barcelona (KABARIN) - Eropa baru saja mencatat fakta yang cukup mencengangkan, sebanyak 181.000 orang meninggal akibat suhu panas selama tiga musim panas terakhir. Data ini dirilis dalam studi terbaru dari Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) yang diterbitkan di Nature Medicine, Senin (22/9).
Musim panas 2024 tercatat sebagai yang paling panas dalam sejarah pencatatan, dengan 62.775 kematian antara Juni hingga September. Italia menjadi negara yang paling terdampak dengan 19.038 kematian, diikuti Spanyol 6.743, dan Jerman 6.282.
Sementara itu, Yunani mencatat tingkat kematian tertinggi per satu juta penduduk, yaitu 574, disusul Bulgaria 530, dan Serbia 379. Secara keseluruhan, 15 negara di Eropa mengalami rekor kematian akibat gelombang panas yang mematikan, menandakan ancaman serius dari perubahan iklim.
Para peneliti mengingatkan bahwa perubahan iklim membuat Eropa memanas dua kali lebih cepat dibanding rata-rata global, khususnya di wilayah Mediterania dan Tenggara. “Dampaknya signifikan bagi kesehatan, dengan peningkatan angka kematian akibat suhu panas,” kata Natalia Shartova dari ISGlobal.
Kelompok yang paling rentan adalah perempuan dan lansia. Kematian pada perempuan 46,7 persen lebih tinggi dibanding laki-laki, sementara orang berusia di atas 75 tahun menghadapi risiko kematian 323 persen lebih tinggi dibanding kelompok usia lain. Studi ini jadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan menghadapi gelombang panas di benua biru.