Jakarta (KABARIN) - Jakarta lagi serius ngejar gelar baru buat kotanya, gelarnya adalah kota sinema versi UNESCO. Kalau status ini berhasil didapetin, Jakarta bakal resmi masuk dalam jaringan kota kreatif dunia alias UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Permata, saat ini Jakarta udah masuk tahap melengkapi dokumentasi yang dibutuhin biar bisa sah jadi kota sinema. “Jakarta sudah layak menjadi kota sinema, dan kami bersama Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO sedang melengkapi dokumentasinya,” kata Andhika dalam acara JEF Dialogue: Unlocking Jakarta’s Potential Through Tourism and Creative Economy, Selasa kemarin.
Kalau status ini beneran tembus, Jakarta bakal punya dua predikat dari UNESCO. Soalnya, tahun 2020 lalu Jakarta udah lebih dulu dapet gelar kota literatur. Nah, sekarang targetnya geser ke dunia film.
Visi Pemprov DKI emang gede, pengen bikin Jakarta jadi pusat produksi film, industri kreatif, sampai ekonomi kreatif yang punya nama di level nasional bahkan internasional. Buat ngedukung itu, Pemprov udah mulai buka jalan buat para sineas, baik lokal maupun mancanegara, supaya gampang syuting di Jakarta.
Mereka bahkan bikin platform khusus yang namanya Filming in Jakarta. Jadi semacam “one stop service” biar orang yang mau produksi film di Jakarta nggak ribet soal izin dan kebutuhan lainnya.
Tapi nggak cuma nyediain lokasi syuting doang. Pemprov juga lagi fokus ngebangun ekosistem yang kondusif biar industri film di sini makin hidup.
Andhika bilang, geliat perfilman di Jakarta udah keliatan jelas. Data tahun 2024 misalnya: ada 42 ribu judul film yang masuk ke Lembaga Sensor Film (LSF), dan 285 judul di antaranya lolos sensor. Dari angka itu, ternyata ada sekitar 141 rumah produksi, dan 80 persennya berdomisili di Jakarta.
Buat gambaran, tiap produksi film rata-rata nyerap tenaga kerja 100–150 orang, dengan durasi produksi sampai enam bulan. Bayangin kalau ada film syuting di Jakarta selama itu, efek ekonominya bisa gede banget. Dari pekerja film, kru, sampai hotel dan restoran lokal bisa kecipratan rezeki.
“Bayangkan, yang punya Hotel Tavia Heritage, jadi kalau syuting di Jakarta stay-nya di hotel enam bulan. Bayangkan demand creation-nya,” kata Andhika.
Kalau status kota sinema ini akhirnya kepegang, dampaknya bukan cuma soal gengsi doang. Jakarta bisa jadi magnet buat produksi film skala global, yang ujung-ujungnya juga ngedorong sektor pariwisata dan ekonomi kreatif lainnya.
Baca juga: Singapura jadi negara teraman di dunia untuk ke-12 kalinya