Jakarta (KABARIN) - Kabar dari pasar mata uang menunjukkan bahwa rupiah berpotensi menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena kekhawatiran akan terjadinya penutupan pemerintah (shutdown) AS hampir mencapai 100 persen.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa potensi shutdown ini menekan dolar AS dan membuka ruang penguatan bagi rupiah.
Shutdown terjadi ketika Kongres AS gagal menyetujui anggaran belanja yang diperlukan agar pemerintah federal tetap berjalan. Presiden AS Donald Trump dijadwalkan bertemu pemimpin Kongres dari Partai Republik dan Demokrat untuk membahas masalah pendanaan jelang tenggat waktu 30 September. Jika tidak ada kesepakatan, pemerintah federal terancam berhenti beroperasi tanpa batas waktu dimulai tahun fiskal baru pada 1 Oktober.
Shutdown akan membuat kegiatan non-esensial pemerintah berhenti, termasuk penundaan rilis data ekonomi penting karena sebagian pegawai dirumahkan. Kondisi ini diprediksi akan mengganggu aktivitas ekonomi AS dan memperkeruh konflik politik antara Partai Republik dan Demokrat, sehingga menekan nilai dolar AS.
Meski begitu, penguatan rupiah diperkirakan terbatas karena investor masih menunggu data pekerjaan AS terbaru pekan ini, terutama Non-Farm Payrolls (NFP) yang diperkirakan mencatat penambahan 50 ribu pekerjaan, sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya namun masih jauh di bawah rata-rata normal.
Berdasarkan kondisi ini, kurs rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.700 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Selasa pagi di Jakarta, rupiah tercatat melemah tipis 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp16.683 dari posisi sebelumnya Rp16.680.
Bagi yang mengikuti perkembangan pasar valuta asing, ini saatnya memperhatikan dinamika politik dan data ekonomi AS yang berpotensi memengaruhi pergerakan rupiah dan peluang investasi ke depan.