Hamilton, Kanada (KABARIN) - Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Israel untuk mematuhi hukum laut internasional setelah terjadinya serangan terhadap armada Global Sumud Flotilla yang sedang membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Serangan ini kembali menyoroti rentannya situasi di wilayah tersebut.
Juru bicara PBB, Farhan Haq, menegaskan bahwa prioritas utama organisasi itu adalah keselamatan seluruh orang yang berada di atas kapal. PBB menilai perlindungan kemanusiaan harus diutamakan dalam setiap kondisi, terutama di tengah konflik yang masih berlangsung.
“Tentu, Kami meyakini hukum laut internasional harus ditegakkan,” ujarnya. Haq juga berharap para penumpang diperlakukan adil dengan tetap menghormati hak dan martabat mereka.
Ketika ditanya apakah serangan Israel melanggar hukum internasional, Haq menegaskan bahwa semua negara wajib mematuhi hukum laut. Ia menambahkan bahwa PBB tidak melihat armada bantuan ini sebagai provokasi, melainkan sebuah upaya damai yang harusnya didukung penuh. “Kami yakin bahwa orang-orang yang hanya membawa bantuan kemanusiaan seharusnya tidak diserang,” tegasnya.
Armada Global Sumud Flotilla yang sebagian besar berisi bantuan medis dan kemanusiaan itu diserang angkatan laut Israel pada Rabu malam saat mendekati pantai Gaza. Penyelenggara menyebut ada 443 aktivis yang ditahan, sementara Komite Internasional untuk Menembus Blokade Gaza melaporkan 22 kapal diserang dan disita, serta 19 lainnya kemungkinan besar juga ikut jadi target.
Dari empat kapal yang tersisa, dua di antaranya terpaksa berbalik arah, sementara kapal Marinet masih berlayar menuju Gaza meski sempat terlambat karena kerusakan teknis. Armada ini berangkat sejak akhir Agustus dengan membawa sekitar 50 kapal dan ratusan pendukung sipil.
Serangan ini kembali menyoroti blokade Israel terhadap Gaza yang sudah berlangsung hampir 18 tahun. Blokade itu bahkan diperketat sejak Maret lalu dengan menutup jalur perbatasan dan memutus akses makanan serta obat-obatan. Kondisi ini membuat hampir 2,4 juta warga Gaza kian terjebak dalam krisis kelaparan.