Mengenal figur Oto Iskandar di Nata, sosok pahlawan di uang 20 ribu

waktu baca 4 menit

Jakarta (KABARIN) - Kalau kamu pernah memegang uang kertas Rp20.000 keluaran tahun 1992 pasti familiar dengan sosok pria berwajah tegas dengan senyuman dan memiliki tahi lalat di atas alis-nya.

Dialah Oto Iskandar di nata, atau yang akrab dijuluki “Si Jalak Harupat". Tokoh asal Jawa Barat yang dikenal sebagai perintis kemerdekaan sekaligus pembela rakyat kecil.

Namanya mungkin tak sepopuler pahlawan nasional lain di buku sejarah, tapi kiprah-nya dalam memperjuangkan kemerdekaan dan keberanian membela kebenaran membuatnya jadi salah satu figur penting dalam perjalanan bangsa.

Banyak yang masih belum mengetahui perjuangan dan kisah tragis di baliknya Lantas seperti apa sosok pahlawan yang ada di mata uang RI dalam pecahan 20 ribu keluaran lama? Simak profilnya berikut ini, berdasarkan informasi dari berbagai sumber.

Identitas dan latar belakang pendidikan

Oto Iskandar di Nata, salah satu tokoh penting dalam sejarah perjuangan Indonesia, lahir di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, pada 31 Maret 1897. Ia merupakan putra dari pasangan Siti Hidayah dan Raden Haji Adam Rahmat, seorang bangsawan Sunda terkemuka yang dikenal dengan nama Nataatmadja.

Berasal dari keluarga terpandang memberikan Oto kesempatan untuk memperoleh pendidikan terbaik pada masanya. Ia mengawali pendidikan dasarnya di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Bandung, sebelum melanjutkan ke Kweekschool atau Sekolah Guru di kota yang sama dan menamatkan-nya pada tahun 1917.

Tidak berhenti sampai di situ, Oto kemudian meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi di Hogere Kweekschool (Sekolah Guru Atas) Purworejo, Jawa Tengah, dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1920.

Awal karir dan kiprah di dunia pendidikan

Setelah menyelesaikan studi-nya, Oto kembali ke dunia pendidikan dengan menjadi guru di beberapa sekolah tempat ia menimba ilmu, seperti HIS Bandung dan HIS Banjarnegara. Dedikasi-nya dalam mengajar dan kepedulian-nya terhadap rakyat pribumi membuat namanya dikenal luas.

Berkat kecerdasan dan wawasannya yang luas, Oto kemudian dipercaya menjadi kepala sekolah di HIS Pekalongan. Dalam kepemimpinan-nya, ia berupaya membuka kesempatan bagi anak-anak pribumi untuk bisa mengenyam pendidikan, sesuatu yang kala itu sulit didapat karena dominasi kolonial Belanda.

Peran dalam gerakan nasional

Semangat nasionalisme yang tumbuh dalam diri Oto mendorongnya untuk terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan kebangsaan. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, kritis, dan berani menyuarakan kepentingan rakyat di tengah tekanan kolonialisme.

Beberapa organisasi yang menjadi wadah perjuangannya antara lain:

• Ketua Paguyuban Pasundan (1929–1942)

Organisasi sosial-budaya Sunda ini berkembang menjadi gerakan politik di bawah kepemimpinan Oto. Ia memperluas arah perjuangan Paguyuban Pasundan, tidak hanya di bidang budaya, tetapi juga dalam memperjuangkan hak politik dan ekonomi masyarakat Sunda dan Bumiputera.

• Anggota Volksraad atau Dewan Rakyat (1931)

Dalam lembaga parlemen semu Hindia Belanda ini, Oto dikenal dengan julukan “Si Jalak Harupat” karena keberaniannya bersuara lantang dan tajam terhadap kebijakan pemerintah kolonial yang menindas rakyat Indonesia. Meskipun forum tersebut didominasi oleh Belanda, Oto tetap berani mengemukakan pandangan kritisnya demi kepentingan bangsa.

• Pemimpin Surat Kabar Tjahaja (1942–1945)

Melalui media ini, Oto terus menyalakan semangat nasionalisme di kalangan rakyat, mendorong kesadaran akan pentingnya kemerdekaan, dan mempersiapkan mental bangsa untuk menyongsong kebebasan dari penjajahan.

Kontribusi dalam proses kemerdekaan Indonesia

Pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), Oto tetap melanjutkan perjuangannya, meskipun harus menyesuaikan strategi. Ia kemudian tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dua lembaga bentukan Jepang yang berperan penting dalam proses menuju kemerdekaan.

Melalui wadah tersebut, Oto berperan dalam merumuskan dasar-dasar konstitusi negara serta mendorong agar proklamasi kemerdekaan segera dilaksanakan. Pemikiran-pemikiran besarnya turut mempengaruhi penyusunan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Oto Iskandar di Nata dipercaya menjadi Menteri Negara dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Dalam perannya, ia bertanggung jawab membantu pembentukan lembaga-lembaga negara guna memperkuat pemerintahan yang baru berdiri dan menghadapi berbagai ancaman di masa revolusi.

Akhir hidup yang tragis

Namun, di tengah semangat mempertahankan kemerdekaan, nasib tragis menimpa Oto Iskandar di Nata. Pada Desember 1945, ia diculik oleh sekelompok orang yang dikenal dengan nama “Laskar Hitam” atau “Gerakan Republik Indonesia” di kawasan Tangerang. Motif di balik penculikan-nya masih menjadi misteri hingga kini.

Beberapa hari setelah peristiwa itu, tepatnya pada 20 Desember 1945, Oto dikabarkan meninggal dunia di daerah Mauk, Tangerang. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam dalam sejarah bangsa, sebab jasadnya tak pernah ditemukan hingga saat ini.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka