Jakarta (KABARIN) - Obat pereda nyeri sering jadi solusi instan saat sakit kepala menyerang. Tapi hati-hati, kalau dikonsumsi terlalu sering lebih dari 10 hingga 15 hari dalam sebulan, efeknya bisa berbalik arah dan justru bikin sakit kepala makin parah.
Mengutip Hindustan Times, Selasa, ahli saraf dari New Delhi, Dr. Rahul Chawla, menegaskan bahwa siapa pun yang memakai obat pereda nyeri secara berlebihan harus segera berhenti dan berkonsultasi dengan dokter spesialis saraf untuk mencari penyebab utama sakit kepala mereka.
“Otak terbiasa dengan obat-obatan sehingga pereda nyeri hanya untuk tubuh merasa normal, namun dapat menyebabkan sakit kepala, kerusakan hati dan ginjal, dan bahkan membuat sakit kepala semakin sering dan bertambah parah,” jelas Chawla.
Menurutnya, banyak orang akhirnya terjebak dalam lingkaran setan: minum obat supaya sakitnya hilang, tapi justru obat itu sendiri yang memicu munculnya sakit kepala baru.
“Bagaimana jika saya memberi tahu Anda bahwa obat pereda nyeri justru dapat memperparah sakit kepala Anda? Sakit kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan, ketika obat itu sendiri menjadi penyakit, yang awalnya disebabkan oleh obat tersebut,” katanya.
Chawla menyebut banyak pasien yang mengonsumsi obat setiap hari tanpa diagnosis jelas. Padahal, kondisi ini bisa ditangani jika dideteksi lebih awal. Sebagian besar pasien tersebut sebenarnya mengalami gangguan somatoform, tension-type headache, atau migrain kronis. Dalam beberapa kasus, ada pula diagnosis yang lebih jarang seperti IIH (hipertensi intrakranial idiopatik), vaskulitis SSP, atau pachymeningitis.
“Pasien-pasien ini dapat dengan mudah ditangani melalui pemeriksaan lanjutan rutin dengan ahli saraf; namun, mereka mengabaikan evaluasi, mengonsumsi obat profilaksis dengan dalih palsu bahwa seseorang yang mengonsumsi obat-obatan tersebut setiap hari dapat membahayakan mereka dalam jangka panjang. Lambat laun, frekuensi sakit kepala mereka meningkat, dan mereka harus sering mengonsumsi obat pereda nyeri,” kata Chawla.
Penggunaan obat secara terus-menerus membuat otak kehilangan kemampuan alami untuk mengatur rasa sakit. Sistem saraf menjadi lebih sensitif, dan saat obat berhenti diminum, sakit kepala muncul lagi. Akibatnya, tubuh jadi bergantung pada obat untuk merasa normal.
Diperkirakan sekitar 20–30 persen pasien sakit kepala kronis di klinik neurologi mengalami kondisi ini, yang dikenal sebagai medication overuse headache.
Efek jangka panjangnya pun bukan main-main. Pemakaian parasetamol, NSAID, atau analgesik kombinasi secara berlebihan bisa merusak hati dan ginjal, menyebabkan gastritis, tukak lambung, hingga memperparah migrain. NSAID seperti diklofenak bahkan dapat memicu disfungsi ginjal, retensi cairan, perdarahan lambung, dan tekanan darah tinggi.
Chawla menegaskan pentingnya berhenti sebelum terlambat.
“Jika Anda telah mengonsumsi obat pereda nyeri selama lebih dari 10-15 hari dalam sebulan, hentikan! Kunjungi ahli saraf, periksakan diri Anda, dan dapatkan pengobatan untuk akar penyebabnya,” tegasnya.