Pemprov Kaltim ajak berbagai sektor untuk lindungi habitat Pesut Mahakam

waktu baca 2 menit

Samarinda (KABARIN) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong kerja sama lintas sektor bersama pemerintah pusat hingga pemerintah kabupaten/kota untuk memperkuat perlindungan habitat Pesut Mahakam yang kondisinya semakin mengkhawatirkan.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim, Joko Istanto, mengatakan koordinasi menyeluruh sangat penting mengingat populasi pesut, mamalia air endemik Mahakam kini diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 ekor saja.

"Koordinasi dengan berbagai pihak mutlak dilakukan karena ikan pesut yang kini hanya 60-an ekor, bukan hanya aset provinsi, melainkan aset nasional bahkan dunia, yang wajib kita jaga kelestariannya," kata Joko Istanto di Samarinda, Senin.

Joko menjelaskan pengelolaan kawasan konservasi saat ini melibatkan banyak instansi teknis, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sesuai regulasi terbaru. Untuk peran Dishut sendiri, fokus utama ada pada pengelolaan kawasan hulu dan sempadan sungai guna mencegah pendangkalan Sungai Mahakam sebagai rumah alami pesut.

Ia menambahkan bahwa peran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga sangat penting, terutama karena lokasi habitat pesut dan sumber potensi pencemaran seringkali berada di area berbeda.

"Keterlibatan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga dinilai sangat vital mengingat kompleksitas permasalahan antara lokasi habitat satwa dan sumber pencemaran yang seringkali berada di area berbeda," ungkap Joko.

Menurutnya, upaya menyelamatkan spesies langka ini tidak bisa dilakukan satu instansi saja. Diperlukan kerja sama solid dari hulu hingga hilir agar perlindungan habitat pesut benar-benar efektif.

Ia menekankan bahwa identifikasi penyebab kematian atau menurunnya populasi pesut harus dilakukan lewat kajian ilmiah yang independen dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Pihaknya tidak menginginkan adanya tuduhan tanpa dasar yang menyimpulkan penyebab kematian pesut, apakah murni akibat limbah industri, terjerat jaring nelayan, atau faktor eksternal lainnya."

Joko juga menyebut perlunya penyelidikan menyeluruh untuk mengetahui apakah aktivitas kapal ponton atau kegiatan bongkar muat kapal (ship to ship) punya kontribusi langsung terhadap kerusakan ekosistem Mahakam.

Pengawasan terhadap izin lingkungan perusahaan serta pemenuhan standar operasional di sekitar wilayah habitat pesut juga dinilai wajib diperketat.

Terakhir, Joko mengingatkan perlunya pemetaan ulang soal pembagian kewenangan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten agar pengawasan bisa berjalan lebih efektif.

"Pembagian kewenangan terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten juga harus dipetakan ulang secara cermat agar pengawasan berjalan efektif," ucapnya.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka