Dubes ingatkan WNI jangan nekat kerja “kosongan” di Malaysia

waktu baca 3 menit

Kuala Lumpur (KABARIN) - Duta Besar RI untuk Malaysia Dato' Indera Hermono kembali mengingatkan seluruh WNI agar tidak mencoba bekerja di Malaysia tanpa mengikuti prosedur resmi. Peringatan ini ia sampaikan dalam sesi podcast KBRI Kuala Lumpur pada Minggu, karena masih banyak kasus yang muncul akibat warga datang dan bekerja secara ilegal.

"Jadi teman-teman jangan coba-coba masuk ke Malaysia untuk bekerja dengan cara melanggar aturan. Jangan kerja 'kosongan' lah istilahnya," kata Dubes Hermono.

Ia menjelaskan Malaysia sekarang sedang gencar melakukan operasi terhadap pendatang asing tanpa izin. Mereka yang tertangkap langsung dipulangkan ke negara asal dan kerap harus menunggu penerbangan selama berhari-hari di bandara dalam kondisi yang tidak nyaman.

Menurut Hermono, makin banyak WNI yang ditolak masuk atau terkena status NTL alias not to land karena dicurigai ingin bekerja tanpa dokumen resmi. Pemerintah Malaysia bahkan membentuk lembaga baru bernama Agensi Kawalan dan Perlindungan Sempadan (AKPS) untuk memperketat pengawasan di pintu masuk negara tersebut.

Ia menegaskan WNI yang ingin bekerja di Malaysia wajib mengikuti aturan dan memakai jalur resmi agar aman. Risiko bekerja secara nonprosedural sangat besar, termasuk kemungkinan mendapat perlakuan buruk, tidak digaji, hingga kesulitan mengakses layanan kesehatan karena tidak memiliki izin kerja.

"Kami banyak menerima pengaduan masyarakat, orang-orang kita yang sakit di sini, tidak ada yang membiayai, karena tidak ada permitnya. Kalau ada permitnya kan ada asuransinya," ujar Dubes Hermono.

KBRI dan KJRI, lanjutnya, tentu selalu berusaha membantu WNI yang mengalami masalah, namun mereka juga memiliki keterbatasan anggaran. Karena itu, ia meminta siapa pun yang berencana bekerja di Malaysia agar tidak lagi mengambil jalur ilegal.

Ia memberi perhatian khusus pada pekerja domestik nonprosedural yang risikonya jauh lebih besar dibanding sektor lain. Banyak laporan soal pekerja rumah tangga yang tidak digaji bertahun-tahun maupun mengalami kekerasan.

"Terutama bagi mereka mbak-mbak ya, yang kerja di rumah tangga. Jangan sekali-kali 'kosongan'. Saya ingatkan jangan sekali-kali kerja 'kosongan' di sektor rumah tangga. Karena ini risikonya jauh-jauh lebih besar," tegasnya.

Data KBRI menunjukkan mayoritas kasus kekerasan, penelantaran, dan tidak dibayar dialami perempuan yang bekerja sebagai PRT dan hampir semuanya berstatus nonprosedural. Pekerja laki-laki di sektor formal dinilai jauh lebih aman.

Hermono mengatakan kerja lewat jalur resmi justru lebih murah karena biaya tidak boleh dibebankan kepada calon pekerja. Sebaliknya, jalur ilegal biasanya membuat pekerja harus menanggung potongan gaji berbulan-bulan.

Ia juga berharap imigrasi di Indonesia bisa lebih ketat dalam melakukan profiling agar calon pekerja nonprosedural dapat dicegah sejak awal. Dengan begitu, perlindungan PMI di Malaysia dapat semakin kuat.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka