Asphija anggap aturan larangan merokok di tempat hiburan kurang masuk akal

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - larangan merokok di tempat hiburan malam yang tercantum dalam Raperda Kawasan Tanpa Rokok. Menurut mereka, aturan itu tidak pas diterapkan di industri yang memang hanya bisa diakses orang dewasa.

Ketua Umum Asphija, Kukuh Prabowo, mengatakan bahwa pengunjung tempat hiburan malam sudah pasti berusia 21 tahun ke atas sehingga konsumsi produk tembakau berada dalam koridor aturan yang berlaku.

“Bahkan, untuk akses masuknya juga harus berbayar. Jadi artinya, orang-orang yang masuk memang adalah orang dewasa yang mengonsumsi produk untuk usia dewasa.” ungkap Kukuh di Jakarta, Selasa.

Kukuh merasa penyusunan regulasi tersebut terlalu dipaksakan, terutama mengingat kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil dan memengaruhi bisnis hiburan malam.

Karena itu, Asphija menyampaikan aspirasi mereka kepada DPRD DKI Jakarta agar aturan baru tidak semakin membebani pelaku usaha serta pekerja, apalagi sektor hiburan menjadi salah satu kontributor besar bagi Pendapatan Asli Daerah.

Ia mengingatkan bahwa jika larangan itu tetap diterapkan, potensi kerugian bisa dirasakan oleh pemerintah maupun pebisnis.

“Jika pelarangan tetap diberlakukan melalui Raperda KTR, maka hal ini akan menimbulkan kerugian bagi pemerintah maupun pelaku usaha swasta. Kita harap ini tidak kejadian,” ujar Kukuh.

Kekhawatiran yang sama datang dari Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia DKI Jakarta. Dari survei internal mereka, setengah dari bisnis hotel terancam terdampak jika aturan itu disahkan.

Anggota BPD PHRI, Arini Yulianti, menyebut kebijakan tersebut dapat menurunkan jumlah tamu hotel dan pengunjung restoran, yang akhirnya ikut mengurangi pemasukan daerah.

“Hotel dan restoran menyumbang lebih dari 600 ribu lapangan kerja dan 13 persen PAD Jakarta. Kalau merokok dilarang total, dampaknya luas dan bisa menggerus ekonomi daerah.” ujarnya.

Data PHRI pada April 2025 menunjukkan hampir seluruh hotel di Jakarta mengalami penurunan tingkat hunian yang mencapai 96,7 persen. Akibatnya, banyak pelaku usaha harus melakukan efisiensi termasuk pengurangan karyawan. Arini berharap aturan yang sedang digodok tidak membuat permintaan di sektor hotel dan restoran semakin turun.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka