Pelindungan hak cipta atas lagu dan/atau musik tidak mengenal kategori genre. Lagu rohani tetap merupakan karya cipta yang dilindungi undang-undang
Jakarta (KABARIN) - Kementerian Hukum menegaskan lagu rohani yang diputar untuk kepentingan bisnis tetap memiliki kewajiban royalti. Aturan ini berlaku juga saat lagu Natal diperdengarkan di ruang publik berbayar atau kegiatan yang bersifat komersial.
Analis Hukum Ahli Muda Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum Achmad Iqbal Taufiq menjelaskan setiap pemanfaatan lagu dan musik tetap mengacu pada Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Termasuk di dalamnya lagu rohani yang digunakan dalam ibadah berbayar, konser, konten digital, hingga aktivitas usaha lainnya.
"Pelindungan hak cipta atas lagu dan/atau musik tidak mengenal kategori genre. Lagu rohani tetap merupakan karya cipta yang dilindungi undang-undang," ucap Iqbal.
Menurutnya, prinsip hak cipta dibuat untuk memberi penghargaan yang adil bagi pencipta dan pelaku industri kreatif. Tema lagu tidak menjadi pembeda karena setiap karya tetap memiliki nilai ekonomi bagi penciptanya.
Iqbal mencontohkan lagu Natal populer yang hampir selalu terdengar setiap akhir tahun di pusat perbelanjaan, restoran, hingga platform digital. Lagu seperti All I Want for Christmas Is You dan It’s Beginning To Look A Lot Like Christmas menjadi bukti bahwa musik rohani juga bisa menghasilkan pendapatan besar bagi penciptanya.
Ia mengutip laporan The Economist yang menyebut royalti lagu Natal legendaris bisa mencapai jutaan dolar Amerika Serikat per tahun. Bahkan, menurut analisis Billboard, total akumulasi royalti dari lagu tersebut telah menembus lebih dari 100 juta dolar Amerika Serikat seiring melonjaknya penggunaan layanan streaming.
"Hal ini menunjukkan bahwa lagu rohani tidak luput dari pelindung hak cipta dan royalti," tuturnya.
Iqbal menambahkan kewajiban royalti bukan hanya soal aturan hukum, tetapi juga bentuk keadilan bagi pencipta lagu. Ia menyebut masih banyak anggapan keliru yang mengira lagu rohani bebas digunakan tanpa izin.
Karena itu, Kemenkum mendorong penyelenggara acara rohani, pengelola usaha, hingga platform digital untuk mengurus izin dan membayar royalti melalui jalur resmi.
"Prinsipnya sederhana, siapa pun yang menikmati manfaat ekonomi dari karya cipta orang lain, wajib memberikan penghargaan melalui mekanisme pembayaran royalti," kata Iqbal.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual juga mengajak masyarakat bekerja sama dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional atau lembaga terkait agar proses perizinan dan distribusi royalti berjalan transparan.
Melalui langkah ini, pemerintah berharap industri musik nasional termasuk musik rohani bisa tumbuh lebih sehat dan adil. DJKI juga menegaskan akan terus melakukan pengawasan serta penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta, disertai edukasi agar kesadaran menghargai karya cipta semakin meningkat.
Editor: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Copyright © KABARIN 2025