Kilas balik Sumpah Pemuda, awal semangat persatuan yang tak pernah padam

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Setiap tanggal 28 Oktober, Indonesia selalu mengenang peristiwa penting yang menjadi fondasi semangat persatuan bangsa. Hari Sumpah Pemuda bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga wujud nyata tekad anak muda Indonesia untuk bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia.

Tahun 2025 menandai peringatan ke-97 Sumpah Pemuda yang jatuh pada hari Selasa. Dengan tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, momen ini mengajak generasi muda untuk terus menjaga semangat kebangsaan di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.

Awal mula lahirnya Sumpah Pemuda

Sejarah Sumpah Pemuda dimulai pada tahun 1928, ketika Kongres Pemuda II digelar di Batavia, yang kini dikenal sebagai Jakarta. Kongres ini menjadi momen penting karena untuk pertama kalinya para pemuda dari berbagai daerah di Nusantara sepakat untuk bersatu dan mengesampingkan perbedaan demi cita-cita kemerdekaan.

Kesadaran tentang pentingnya persatuan sudah muncul sejak awal abad ke-20, di tengah penjajahan Belanda yang menimbulkan kesenjangan sosial dan politik. Para pemuda terdidik dari berbagai daerah percaya bahwa kemerdekaan hanya bisa dicapai lewat persatuan. Mereka juga terinspirasi oleh kejayaan masa lalu, seperti Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, serta gerakan nasionalis di negara lain.

Sebelum Kongres Pemuda II, sebenarnya telah digelar Kongres Pemuda I pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Tujuannya untuk menyatukan berbagai organisasi pemuda agar memiliki visi yang sama. Meski belum menghasilkan kesepakatan bulat, kongres ini tetap menjadi batu loncatan menuju lahirnya semangat nasionalisme yang lebih kuat.

Kongres pemuda II dan lahirnya ikrar persatuan

Dua tahun kemudian, pada 27 hingga 28 Oktober 1928, Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI) memprakarsai Kongres Pemuda II. Acara ini dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatera, Jong Batak, dan lainnya. Panitia kongres dipimpin oleh Soegondo Djojopoespito dengan Muhammad Yamin sebagai sekretaris.

Kongres ini berlangsung dalam tiga sesi. Sesi pertama membahas pentingnya persatuan bangsa, sesi kedua menyoroti peran pendidikan dalam menumbuhkan rasa cinta tanah air, sementara sesi ketiga menekankan pentingnya gerakan kepanduan sebagai wadah pembentukan karakter pemuda.

Dalam rapat terakhir di Gedung Indonesische Clubgebouw Kramat, lagu “Indonesia Raya” ciptaan Wage Rudolf Supratman untuk pertama kalinya diperdengarkan di depan peserta. Momen bersejarah itu dilanjutkan dengan pembacaan ikrar yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yang menyatakan tekad untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia.

Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan bangsa, meneguhkan semangat nasionalisme dan memperkuat tekad untuk mencapai kemerdekaan.

Penetapan 28 Oktober sebagai Hari Nasional

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, semangat Sumpah Pemuda terus dijaga sebagai bagian dari identitas bangsa. Pemerintah kemudian secara resmi menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Meski bukan hari libur, peringatan ini selalu menjadi momentum penting untuk menumbuhkan kembali rasa cinta tanah air.

Hingga kini, masyarakat di berbagai daerah memperingatinya dengan upacara, kegiatan budaya, dan refleksi kebangsaan. Sumpah Pemuda bukan sekadar peristiwa masa lalu, tetapi warisan semangat yang terus hidup di hati generasi muda Indonesia.

Semangat dari kongres pemuda tahun 1928 inilah yang menjadi bukti bahwa perbedaan bukan penghalang untuk bersatu. Justru dari keberagaman itulah lahir kekuatan besar yang menjaga nama Indonesia tetap berdiri tegak.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka