Kenapa Paylater lebih disukai Gen Z ketimbang kartu kredit?

waktu baca 4 menit

Jakarta (KABARIN) - Kalangan muda terutama Gen Z lebih suka menggunakan layanan PayLater ketimbang kartu kredit, yang salah satu alasannya adalah kemudahan akses dan persyaratan yang lebih mudah sehingga gampang juga dijangkau.

Kemudian fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, kesesuaian dengan gaya hidup serba cepat, serta kepraktisannya telah memperkuat tren ini.

Paylater dianggap relevan dengan kebutuhan generasi muda sekarang yang mengutamakan efisiensi serta kenyamanan.

Survei dari berbagai sumber mencatat, penetrasi penggunaan PayLater di kalangan generasi muda (Gen Z dan milenial) mencapai 13,6 persen. Angka ini hampir dua kali lipat dibandingkan kartu kredit yang hanya sebesar 7,6 persen.

Secara rinci, 16,5 persen milenial tercatat aktif menggunakan PayLater, sedangkan di kalangan Gen Z angkanya mencapai 9,7 persen. Data ini menunjukkan adopsi yang cukup tinggi, terutama di kalangan generasi yang melek teknologi.

Berbagai sumber juga mengungkapkan bahwa produk PayLater saat ini memiliki penetrasi lebih besar dibanding kartu kredit. Berikut adalah alasan generasi muda, terutama Gen Z lebih senang menggunakan PayLater:

1. Proses pengajuan cepat dan praktis

PayLater menawarkan kemudahan pendaftaran tanpa prosedur rumit. Gen Z hanya perlu menyiapkan KTP, sementara kartu kredit membutuhkan data pekerjaan, alamat, hingga kontak darurat.

2. Alat bantu mengatur keuangan

Survei KIC bersama OVO Finansial (2024) menunjukkan 59 persen responden menggunakan PayLater untuk mengatur alokasi pengeluaran bulanan. Sebanyak 41,1 persen memanfaatkannya ketika kondisi keuangan belum stabil, 40 persen karena cashback atau promo, dan 36,1 persen untuk kebutuhan mendesak.

3. Selaras dengan gaya hidup

Gen Z cenderung menggunakan PayLater untuk membeli produk fesyen dan aksesoris, pulsa, hingga gadget. Survei Zigi & KIC (2021) menyebut 61 persen Gen Z memakai PayLater untuk fashion, sedangkan 56,6 persen untuk pulsa. Kebutuhan ini sering kali muncul menjelang gajian atau dipicu tren gaya hidup digital.

4. Fleksibilitas dan promosi menarik

Laporan Gen Z mencatat, 39,1 persen responden menggunakan PayLater karena kekurangan anggaran, 30,4 persen karena fleksibilitas pengelolaan, dan 26,1 persen karena adanya diskon maupun promosi.

Pertimbangan finansial

Meski lebih praktis, PayLater menerapkan bunga lebih tinggi. Tarifnya bisa mencapai 0,3 persen per hari atau sekitar 9 persen per bulan, jauh di atas bunga kartu kredit yang rata-rata 1,75 persen per bulan. Kondisi ini membuat para pakar keuangan mengingatkan generasi muda untuk berhati-hati agar tidak terjebak dalam beban cicilan yang membengkak.

Total transaksi nasional

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat utang masyarakat melalui skema Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater perbankan mencapai Rp22,99 triliun pada Juni 2025.

Angka tersebut, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Senin, meningkat 29,72 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

“Per Juni 2025, baki debit kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK tumbuh sebesar 29,72 persen 'year-on-year' menjadi sebesar Rp22,99 triliun dengan jumlah rekening mencapai 26,96 juta,” ujar dia.

Kemudian Dian mengatakan porsi kredit paylater perbankan memang masih kecil yaitu sekitar 0,28 persen dari total kredit perbankan, namun terus menunjukkan tren pertumbuhan yang tinggi secara tahunan.

Adapun OJK melaporkan bahwa secara keseluruhan, kredit perbankan nasional tumbuh sebesar 7,77 persen (yoy) menjadi Rp8,06 kuadriliun pada Juni 2025. Angka tersebut sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 8,43 persen (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 12,53 persen (yoy), disusul oleh kredit konsumsi sebesar 8,49 persen (yoy), dan kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 4,45 persen (yoy).

Sementara berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi juga tumbuh sebesar 10,78 persen (yoy). Sedangkan kredit kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencatatkan pertumbuhan lebih rendah yaitu 2,18 persen (yoy) seiring dengan upaya pemulihan kualitas kredit pada segmen tersebut.

Kemudian, penyaluran kredit ke sektor pertambangan dan penggalian mencatatkan pertumbuhan paling besar, yaitu 20,69 persen (yoy). Sektor jasa juga tumbuh signifikan sebesar 19,17 persen (yoy), diikuti sektor transportasi dan komunikasi yang tumbuh 17,94 persen (yoy), serta sektor listrik, gas, dan air yang mengalami pertumbuhan 11,23 persen (yoy).

Tingkat likuiditas perbankan, berdasarkan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) berada pada level 118,78 persen, dan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,05 persen. Keduanya jauh di atas ambang batas minimum masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka