London (KABARIN) - Perempuan menghadapi risiko lebih tinggi kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi berbasis kecerdasan buatan AI dan 20 persen lebih kecil kemungkinan untuk memanfaatkan perangkat AI generatif dibandingkan laki-laki, menurut penelitian terbaru.
Studi tersebut menunjukkan perempuan dua kali lebih mungkin menempati posisi yang rentan terhadap otomatisasi, terutama pekerjaan yang “didominasi perempuan” seperti administrasi, pembukuan, kasir, dan staf kantor, demikian dilaporkan The Independent pada Rabu (19/11).
Temuan lain dari studi tersebut mengungkapkan perempuan memiliki peluang lebih kecil dalam pekerjaan yang terkait AI karena jarang menggunakan alat AI generatif. Laporan “AI Gender Gap” dari perusahaan konsultan Credera menunjukkan hanya 22 persen talenta AI global adalah perempuan.
Supermums, organisasi sosial yang mendukung perempuan masuk ke dunia teknologi, menekankan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan risiko nyata perempuan akan tertinggal seiring kemajuan teknologi.
Heather Black, pendiri Supermums, menegaskan para ibu khususnya berpotensi menjadi kelompok yang paling terdampak dari kemunculan AI.
"Pada dasarnya, perempuan, terutama para ibu, akan menjadi pihak yang menanggung akibat dari kebangkitan AI," ujarnya seperti dikutip surat kabar daring Inggris.
Dia menambahkan AI akan terus ada terlepas kita menggunakannya atau tidak, sehingga memahami cara kerjanya dan memanfaatkannya menjadi hal yang penting untuk masa depan.