KPK jelaskan kenapa uang Khalid Basalamah disita dan belum kembali ke jemaah

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait penyitaan uang dari pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah. Kasus ini jadi sorotan karena menyangkut dana yang seharusnya milik jemaah.

Uang tersebut belum dikembalikan ke jemaah, dan KPK punya alasannya sendiri. Penjelasan ini penting agar publik memahami proses hukum yang tengah berjalan terkait dugaan pelanggaran dalam penyelenggaraan haji.

“Pertama, uang tersebut masih ada di ustaz Khalid Basalamah,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.

Asep menjelaskan, karena uang tersebut masih disimpan oleh Khalid dan belum diteruskan ke para jemaah, KPK menilai penyitaan perlu dilakukan sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama pada tahun 2023–2024.

“Ini menjadi bukti bahwa memang ada oknum dari Kementerian Agama yang meminta uang kepada setiap jemaah untuk biaya percepatan kuota haji khusus,” tambah Asep.

Soal kemungkinan uang itu kembali ke jemaah, Asep menegaskan keputusan ada di tangan majelis hakim.

“Saat sudah dibawa ke persidangan, kita tunggu putusan hakim. Vonis hakim akan menentukan apakah uang itu dirampas untuk negara atau dikembalikan ke jemaah,” jelasnya. Jika hakim memutuskan dikembalikan, maka uang itu akan diberikan ke para jemaah Khalid Basalamah.

Sebelumnya, Khalid yang juga Ketua Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji), sempat mengungkap di kanal YouTube Kasisolusi (13 September 2025) bahwa dia telah menyerahkan uang terkait kasus kuota haji ke KPK.

Uang tersebut merupakan biaya haji dari 122 jemaah Uhud Tour kepada Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud, masing-masing sebesar 4.500 dolar AS per orang. Selain itu, 37 jemaah diharuskan membayar tambahan 1.000 dolar AS agar visa mereka diproses. Setelah masa ibadah haji selesai, uang itu dikembalikan ke jemaah.

Kasus ini mulai diselidiki KPK pada 9 Agustus 2025, setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. KPK juga berkoordinasi dengan BPK RI untuk menghitung potensi kerugian negara akibat kasus kuota haji ini, yang awalnya diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.

Sementara itu, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pembagian kuota haji 2024, khususnya soal pembagian 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan dari Arab Saudi. Padahal menurut UU No. 8 Tahun 2019, kuota haji khusus maksimal 8 persen, sedangkan reguler 92 persen.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka