Jaksa sebut ada dugaan aliran Rp809,56 miliar ke Nadiem di kasus Chromebook

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim ikut terseret dalam perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan. Dalam persidangan, jaksa menyebut adanya dugaan aliran dana senilai ratusan miliar rupiah yang berkaitan dengan pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.

Informasi tersebut disampaikan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung, Roy Riady, saat membacakan surat dakwaan terhadap tiga terdakwa. Mereka adalah Ibrahim Arief alias Ibam, Sri Wahyuningsih, dan Mulyatsyah, yang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Jaksa menyebut Nadiem diduga menerima dana sebesar Rp809,56 miliar. Uang tersebut disebut berasal dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa melalui PT Gojek Indonesia.

"Uang yang diterima Nadiem berasal dari PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) melalui PT Gojek Indonesia," ujar JPU di ruang sidang.

Dalam dakwaan juga diungkapkan bahwa sumber utama dana PT AKAB berasal dari investasi Google dengan nilai mencapai 786,99 juta dolar Amerika Serikat. Jaksa mengaitkan hal ini dengan laporan harta kekayaan Nadiem yang tercatat pada 2022, khususnya kepemilikan surat berharga senilai Rp5,59 triliun.

Meski namanya disebut dalam perkara tersebut, surat dakwaan terhadap Nadiem sendiri belum dibacakan. Sidang dijadwalkan berlangsung pada Selasa 23 Juli setelah sebelumnya ditunda karena kondisi kesehatan Nadiem yang belum memungkinkan untuk hadir di persidangan.

Dalam kasus ini, kerugian negara yang ditimbulkan ditaksir mencapai Rp2,18 triliun. Angka tersebut terdiri dari Rp1,56 triliun terkait program digitalisasi pendidikan serta sekitar Rp621,39 miliar dari pengadaan Chrome Device Management yang dinilai tidak dibutuhkan dan tidak memberikan manfaat.

Jaksa menyebut ketiga terdakwa diduga melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Nadiem dan mantan staf khusus Mendikbudristek, Jurist Tan. Dugaan pelanggaran mencakup pengadaan laptop Chromebook dan CDM pada periode anggaran 2020 hingga 2022 yang dinilai tidak sesuai perencanaan dan mengabaikan prinsip pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, pengadaan laptop melalui e-Katalog dan aplikasi SIPLah juga diduga dilakukan tanpa evaluasi harga yang memadai serta tanpa referensi pembanding yang jelas.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa terancam jeratan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana berat sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka