...Kurangnya validasi emosi saat kecil membuat anak tidak bisa mengungkapkan perasaannya, sehingga mekanismenya malah melukai diri
Samarinda (KABARIN) - Tekanan mental sering membuat remaja merasa sangat terpuruk hingga muncul pikiran bunuh diri. Kondisi ini bisa muncul karena berbagai faktor, seperti tekanan sekolah, pergaulan, masalah keluarga, atau ekspektasi berlebih, dan seringkali tidak terlihat dari luar sampai sudah parah.
Psikiater RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda dr. Sri Purwatiningsih mengingatkan agar gejala seperti ini tidak dianggap remeh. Ia menekankan pentingnya deteksi dini, dukungan orang tua atau guru, dan segera mencari bantuan profesional supaya risiko yang lebih serius bisa dicegah.
"Jangan sampai menunggu dia mewujudkan itu (bunuh diri), jadi kalau sudah ada pikiran-pikiran bunuh diri sebaiknya harus langsung berobat," kata Sri di Samarinda, Minggu (21/9).
Menurut Sri, orang tua punya peran besar untuk peka terhadap tanda-tanda depresi pada anak, seperti wajah murung terus, kehilangan minat pada hobi, atau gampang capek. Kalau gejala ini muncul, konsultasi ke tenaga profesional adalah langkah paling tepat supaya kondisi mental nggak makin parah.
"Komunikasi yang terbuka dan dukungan penuh dari keluarga menjadi fondasi terpenting bagi remaja untuk membangun mekanisme pertahanan diri yang lebih sehat dalam menghadapi tekanan," jelasnya.
Sri menekankan bahwa munculnya pikiran, apalagi percobaan bunuh diri, udah masuk kategori darurat dalam dunia psikiatri. Artinya, perlu segera ditangani medis. Untungnya, kesadaran remaja di Samarinda buat cari bantuan mulai tumbuh. Banyak dari mereka yang datang sendiri untuk konsultasi tanpa harus dipaksa orang tua.
Lebih jauh, Sri juga menyinggung soal perilaku melukai diri sendiri (self harm). Menurutnya, ini sering jadi “pelarian” remaja buat ngurangin rasa sedih, cemas, atau marah yang nggak bisa mereka ungkapin dengan kata-kata. Tapi sebenarnya cara itu salah kaprah.
Sri menjelaskan kalau self harm beda dengan bunuh diri. Tujuannya bukan selalu buat ngakhirin hidup, tapi buat cari ketenangan sesaat. Masalahnya, kalau depresi atau gangguan lain yang jadi penyebabnya nggak ditangani serius, ide bunuh diri bisa muncul di tahap selanjutnya dan itu jauh lebih berbahaya.
Penyebab munculnya pikiran bunuh diri juga macam-macam, mulai dari depresi, kecemasan, perundungan di sekolah, sampai faktor genetik dalam keluarga. “Kurangnya validasi emosi saat kecil membuat anak tidak bisa mengungkapkan perasaannya, sehingga mekanismenya malah melukai diri," jelas Sri.
Fenomena ini paling sering dialami remaja usia 12–19 tahun. Bahkan, menurut Sri, risiko pada perempuan 1,5 kali lebih besar dibandingkan laki-laki.