Jakarta (KABARIN) - Film Dusun Mayit bercerita tentang empat sahabat, Raka, Aryo, Nita, dan Yuni, yang memutuskan mendaki Gunung Welirang untuk sekadar liburan dan kabur dari rutinitas sehari-hari.
Namun niat mereka mencari ketenangan justru berubah menjadi perjalanan penuh ketegangan dan bahaya.
Raka (Randy Martin) menjadi penggagas pendakian. Dengan sikap optimistis, ia meyakinkan teman-temannya bahwa alam akan memberi kedamaian. Tapi sikapnya yang sering mengabaikan tanda bahaya justru menjadi pemicu konflik di perjalanan.
Bagi Nita dan Yuni, diperankan oleh Ersya Aurelia dan Amanda Manopo, ini adalah pengalaman pendakian pertama. Awalnya mereka antusias dan menikmati keindahan alam, persahabatan terasa hangat, dan rasa penasaran menutupi kelelahan.
Suasana mulai berubah saat mereka tersesat di padang rumput luas dan menemukan sebuah pasar misterius. Tanpa curiga, mereka beristirahat di sana, tapi tanpa disadari, langkah itu membawa mereka ke wilayah yang tidak tercatat di peta.
Gunung yang mereka daki seolah membuka pintu ke dimensi lain, dusun penuh kejanggalan, makhluk asing, dan teror gaib mulai mengepung mereka.
Keempat karakter utama menghadapi dinamika emosional yang berbeda. Yuni yang rasional di awal cerita menjadi paling rapuh saat situasi mencekam. Nita yang percaya diri lambat laun dikuasai rasa takut. Aryo (Fahad Haydra) tetap realistis, berusaha menyeimbangkan kepanikan kelompok, sementara Raka tetap optimistis tapi cerobohnya justru memperburuk keadaan.
Produser Rocky Soraya mengatakan pemilihan pemeran utama tidak melalui casting konvensional.
“Karena mereka yang paling kerasa buat karakter-karakter ini. Sebetulnya mereka enggak lewat proses casting, itu lewat pilihan saya. Saya sudah tahu mereka sebagai artis sudah lumayan lama dan saya sudah lihat proyek-proyek mereka,” ujar Rocky.
Ia menambahkan, “Semua pemain ini memang mampu memberikan sesuatu yang berbeda, sehingga mereka menjadi karakter itu dan bukan diri mereka sendiri.”
Dialog antarkarakter terasa natural, terutama saat ketegangan meningkat. Ancaman tidak hanya datang dari makhluk gaib, tapi juga dari konflik batin, rasa bersalah, dan saling menyalahkan.
Visual film memanfaatkan alam gunung dan hutan dengan efektif. Kombinasi CGI dan practical effect membuat makhluk gaib terlihat nyata dan mengintimidasi. Sutradara Rizal Mantovani menyebut tantangan terbesarnya adalah menghadirkan horor yang baru.
“Kami mencari kebaruan, seperti apa bentuk kesurupan itu, karena film horor sudah banyak. Di sini kami eksplor bersama di lokasi,” ujar Rizal.
Proses syuting juga menantang. Ersya Aurelia menyebut adegan underwater sebagai momen tersulit. “Adegan underwater sih, karena aku kira aku enggak akan survive. Itu diambil di hari terakhir. Latihan cuma satu kali free dive, sekitar dua sampai tiga jam, lalu besoknya langsung take menyelam di kolam tiga meter,” katanya.
Para pemeran juga mengalami kejadian aneh di lokasi. Randy Martin bercerita, “Di salah satu hotel yang kami nginap, malam-malam koper tiba-tiba bergerak sendiri. Ternyata kejadian itu barengan juga sama teman-teman.”
Ersya menambahkan, “Aku takut banget lihat cermin di samping kasur, sampai tidur menghadap sebaliknya. Di tengah malam aku ketindihan dan lihat bayangan tinggi besar berjalan ke arah cermin. Aku enggak bisa gerak sama sekali, kayak paralyzed.”
Dusun Mayit bukan sekadar horor tentang makhluk gaib, tapi juga cerita tentang kesesatan, ketidaksiapan mental, dan konsekuensi meremehkan alam. Dengan atmosfer tegang, eksplorasi visual serius, dan dinamika karakter yang solid, film ini menawarkan pengalaman horor yang melelahkan secara emosional.
Film ini diproduseri oleh Rocky Soraya dan disutradarai oleh Rizal Mantovani, dijadwalkan tayang 31 Desember 2025 di seluruh bioskop Indonesia, terinspirasi dari kisah nyata para pendaki Gunung Welirang di Malang, Jawa Timur.
Sumber: ANTARA