Pandangan Ulama soal Umat Islam Rayakan Malam Tahun Baru Masehi

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Menjelang pergantian tahun, banyak orang bertanya-tanya apakah umat Islam boleh ikut merayakan Tahun Baru Masehi. Tradisi ini memang populer di masyarakat, tapi para ulama punya pendapat yang beragam soal perayaannya.

Beberapa ulama membolehkan perayaan dengan catatan tertentu, sementara sebagian lain menyarankan untuk dihindari. Perbedaan ini biasanya terkait dengan akidah, praktik sosial, dan dampak dari perayaan terhadap kehidupan seorang Muslim.

Boleh ikut Tahun Baru Masehi kalau isinya positif

Para ulama sepakat kalau perayaan yang dipenuhi maksiat seperti minum minuman keras, pergaulan bebas, atau makan makanan haram jelas dilarang. Tapi kalau perayaannya diisi kegiatan positif, misalnya kumpul keluarga, silaturahmi, atau aktivitas sosial yang bermanfaat, ada perbedaan pendapat.

Pendapat yang membolehkan merayakan biasanya melihat tradisi ini sebagai kebiasaan sosial, bukan ritual keagamaan. Prof. Dr. Shawqi Ibrahim Allam, Mufti Besar Mesir, menegaskan:

الاحتفال ببداية السنة الميلادية المؤرخ بيوم ميلاد سيدنا عيسى ابن مريم عليهما السلام بما يتضمنه من مظاهر الاحتفال والفرح جائزٌ شرعًا، ولا حرمة فيه؛ فهو من جملة التذكير بأيام الله، وصار مناسبة اجتماعية ومشاركة وطنية، وما دامَ أنَّ ذلك لا يُلزِم المسلمين بطقوسٍ دينيةٍ أو ممارسات تخالف عقائد الإسلام أو يشتمل على شيء محرم فليس هناك ما يمنعه من جهة الشرع

“Perayaan awal tahun Masehi yang ditandai dengan hari kelahiran Nabi Isa putra Maryam ‘alaihimas-salam, beserta berbagai bentuk kegembiraan dan ekspresinya, hukumnya boleh secara syar‘i dan tidak ada keharaman di dalamnya. Selama tidak mewajibkan ritual yang bertentangan dengan akidah Islam dan tidak mengandung hal haram, maka hukumnya dibolehkan.”

Alasan sebagian ulama melarang ikut Tahun Baru Masehi

Di sisi lain, ada ulama yang menyarankan umat Islam tidak ikut merayakan. Beberapa alasan utama adalah:

1. Berasal dari tradisi kaum kafir

Perayaan tahun baru Masehi awalnya ritual pagan yang dilakukan untuk menghormati dewa-dewa. Mengikuti ritual ini dianggap menyerupai ibadah non-Muslim.

2. Menyerupai kebiasaan orang kafir (tasyabbuh)

Kegiatan seperti menyalakan kembang api atau meniup terompet termasuk ciri khas tradisi non-Muslim. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

3. Kerap identik dengan maksiat

Banyak anak muda yang memanfaatkan malam tahun baru untuk hal negatif seperti minuman keras atau pergaulan bebas. Meski ada yang merayakan tanpa maksiat, unsur menyerupai perilaku fasiq tetap ada.

Sikap aman untuk Muslim

Hukumnya bergantung pada isi perayaannya. Jika diisi kemaksiatan, jelas haram. Tapi kalau isinya positif, ulama berbeda pendapat. Cara paling aman adalah memanfaatkan malam pergantian tahun untuk muhasabah, evaluasi diri, dan memperbarui niat menjadi lebih baik.

Selain itu, malam Tahun Baru bisa diisi dengan zikir, doa, dan memohon keberkahan agar tahun yang baru membawa kemudahan dan bimbingan dalam setiap langkah kehidupan.

Sumber: ANTARA

Bagikan

Mungkin Kamu Suka