Seoul (KABARIN) - Warga Korea Selatan bakal punya akses lebih terbuka ke media Korea Utara. Pemerintah Korsel memastikan surat kabar resmi Korea Utara, Rodong Sinmun, bisa dibaca secara bebas di sejumlah lokasi publik seperti perpustakaan besar dan institusi pendidikan.
Kebijakan ini disampaikan Kementerian Unifikasi Korea Selatan pada Selasa. Wakil Menteri Unifikasi Kim Nam-jung mengatakan, Rodong Sinmun akan tersedia sebagai bahan bacaan umum di sekitar 20 institusi di berbagai wilayah Korea Selatan.
“Kementerian Unifikasi berupaya memfasilitasi akses dan pemanfaatan berbagai materi tentang Korea Utara oleh masyarakat. Sebagai langkah awal, pada 26 Desember, setelah berkonsultasi dengan instansi terkait, Rodong Sinmun diklasifikasikan ulang sebagai materi yang dapat diakses publik,” ujar Kim dalam pengarahan resmi.
Selama ini, Rodong Sinmun dan media Korea Utara lainnya masuk kategori materi khusus dengan akses terbatas. Alasannya, konten media tersebut dinilai berpotensi menguntungkan Pyongyang dan mengandung muatan propaganda. Akibatnya, hanya lembaga tertentu yang bisa mengaksesnya.
Meski begitu, kebijakan baru ini masih memiliki batasan. Akses daring ke situs Rodong Sinmun tetap diblokir, dan masyarakat hanya bisa membacanya secara langsung di lokasi fisik yang telah ditentukan pemerintah.
Kementerian Unifikasi menegaskan langkah ini bertujuan mengakhiri praktik lama, di mana informasi tentang Korea Utara dimonopoli oleh lembaga negara dan hanya dibagikan sebagian kepada publik. Ke depan, pemerintah berencana membuka akses informasi secara bertahap agar masyarakat bisa memahami Korea Utara secara lebih utuh.
Menurut Kim, kebijakan ini juga mencerminkan perubahan pendekatan politik Korea Selatan, dari sikap konfrontatif dan pemutusan hubungan menuju keterbukaan dan rekonsiliasi demi koeksistensi damai di Semenanjung Korea. Langkah tersebut sejalan dengan semangat Perjanjian Dasar Korea Utara–Selatan tahun 1991.
Tak berhenti di situ, pemerintah Korsel juga tengah mengupayakan pencabutan pembatasan akses daring terhadap sekitar 60 situs Korea Utara, termasuk Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Perubahan kebijakan ini muncul setelah Presiden Lee Jae-myung, pada 19 Desember, menyatakan bahwa pelarangan akses publik terhadap media Korea Utara sama saja dengan menganggap warga tidak mampu membedakan antara propaganda dan informasi. Pemerintah pun kini memilih memberi ruang agar masyarakat bisa menilai sendiri.
Sumber: SPU