Dua anggrek baru asal Raja Ampat ditemukan peneliti BRIN

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru aja mengumumkan penemuan dua spesies anggrek baru yang berasal dari Raja Ampat, Papua Barat. Temuan ini berawal dari kegiatan inventarisasi tumbuhan yang dilakukan pada 2022 di Pulau Batanta, hasil kerja sama antara BRIN dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat.

Dari penelitian itu, para ahli menemukan dua jenis anggrek yang belum pernah tercatat sebelumnya, yaitu Dendrobium siculiforme dan Bulbophyllum ewamiyiuu. Hasil riset tersebut sudah dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional Telopea pada Agustus 2025.

Peneliti BRIN, Destario Metusala, menjelaskan bahwa kedua anggrek ini merupakan jenis epifit, yang artinya tumbuh menempel secara alami di batang pepohonan.

Dendrobium siculiforme memiliki batang tegak setinggi 15–50 cm dengan daun yang tersusun berseling. Bunganya muncul dari bagian atas batang sekitar enam kuntum. Saat mekar sempurna, diameter bunganya bisa mencapai 7 cm dengan warna krem kekuningan berpola guratan cokelat keunguan,” jelas Destario.

Nama siculiforme diambil dari bahasa Latin yang berarti berbentuk seperti belati, karena bagian bibir bunganya menyerupai senjata tersebut. Spesies ini mirip dengan Dendrobium magistratus, tapi punya perbedaan pada bentuk bunga dan sepalnya. Untuk spesies kedua, Bulbophyllum ewamiyiuu, ukurannya lebih kecil, sekitar 8–12 cm, dengan satu daun di setiap pseudobulb.

“Nama ewamiyiuu berasal dari bahasa Batta yang digunakan masyarakat Batanta dan berarti ‘bergaris’. Ini menggambarkan pola garis kecokelatan di bagian pseudobulbnya,” tambahnya.

Meskipun tampak mirip dengan Bulbophyllum graciliscapum, anggrek ini punya ciri khas sendiri pada bentuk pseudobulb, sepal, dan bibir bunganya. Dari data yang ada, kedua spesies ini kemungkinan besar merupakan tanaman endemik Raja Ampat dengan wilayah sebaran yang sangat terbatas.

Tim peneliti bahkan mengusulkan Dendrobium siculiforme masuk kategori Kritis, sementara Bulbophyllum ewamiyiuu diklasifikasikan sebagai Kekurangan Data berdasarkan kriteria IUCN Red List.

Destario menegaskan bahwa penemuan ini menunjukkan betapa pentingnya hutan-hutan Papua sebagai pusat keanekaragaman hayati yang masih menyimpan banyak misteri.

“Potensi temuan spesies baru dari Papua sangat besar, tidak hanya dari kelompok anggrek, tetapi juga dari kelompok tumbuhan lainnya,” katanya.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa penemuan spesies baru sering kali memicu perburuan liar karena tingginya minat kolektor. “Kemunculan spesies baru biasanya memicu antusiasme para pehobi untuk memilikinya. Bahkan, Bulbophyllum ewamiyiuu sudah mulai diperdagangkan hingga ke Pulau Jawa,” ujar Destario.

Penemuan dua anggrek cantik ini bukan cuma kebanggaan bagi dunia sains, tapi juga pengingat agar keindahan alam Papua tetap dijaga dari ancaman eksploitasi.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka