Kiat untuk tumbuhkan empati anak guna cegah "bullying" saat dewasa

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Psikolog Klinis Forensik Kasandra Putranto yang merupakan Anggota Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) membagikan kiat kepada orang tua untuk menumbuhkan empati anak sejak dini sehingga dapat mencegah perilaku nirempati seperti bullying terjadi hingga dewasa.

Ia mengatakan salah satu kiat praktisnya ialah agar orang tua dapat menjadi model empati dalam kegiatan sehari-hari sehingga ketika anak bermasyarakat tentunya anak dapat menerapkan hal serupa.

"Jika seseorang belajar sejak kecil bahwa kekerasan tidak dapat diterima dan mengandung konsekuensi yang tegas, tentu mereka akan lebih berhati-hati dengan setiap tindakan maupun ucapannya," kata Kasandra kepada ANTARA, Senin.

Kasandra mengatakan pada dasarnya empati tidak tumbuh secara otomatis, justru memang harus dicontohkan terus menerus terutama oleh orang tua yang merupakan lingkungan sosial pertama anak.

Ketika orang tua menjadi contoh bagi anak-anaknya dalam bertindak dan bertutur kata maka hal tersebut tentunya akan menjadi nilai yang dipegang oleh anak ketika ia terlibat di lingkungan sosial yang lebih luas selain keluarga.

"Anak belajar dari cara orang tua memperlakukan orang lain termasuk dengan asisten rumah tangga, pedagang, atau bahkan orang yang berbeda pendapat. Ketika orang tua sabar dan menunjukkan empatik, anak lebih mudah meniru pola itu," tambahnya.

Kiat lainnya yang dibagikan Kasandra untuk menumbuhkan empati pada anak sejak dini ialah dengan membiasakan anak untuk memahami perasaan orang lain.

Orang tua menurutnya bisa bertanya hal-hal sederhana kepada anak untuk menghadapi berbagai skenario di lingkungan sosial.

Sebagai contoh orang tua mengajak anak untuk memahami perasaan seseorang yang diejek dengan pertanyaan terbuka dan bersifat reflektif seperti, "menurutmu jika ada di posisinya bagaimana perasaannya?".

Diskusi yang terjalin antara orang tua dan anak dengan tipe pertanyaan sejenis dinilai dapat mengembangkan kemampuan perspektif emosional buah hati sehingga akhirnya ia bisa menumbuhkan empati dan tidak semena-mena pada saat di lingkungan sosial.

Terakhir, orang tua perlu membatasi paparan konten yang bersifat kekerasan atau dapat menimbulkan kecanduan dari media termasuk dari platform sosial terhadap anak.

Dunia dalam layar seperti media sosial menurut Kasandra seringkali membuat jarak emosional antar orang yang berinteraksi di dalamnya menjadi kabur. Apabila konten-konten yang bersifat negatif terbiasa menjadi hal yang dikonsumsi oleh anak maka akan sulit menumbuhkan empati.

Idealnya orang tua mendampingi anak saat sang buah hati mengakses dunia dalam layar sehingga ia dapat mempelajari hal yang bisa dilakukan di dunia nyata dan mana yang harus dihindari apabila ternyata hal itu tidak baik.

"Orang tua perlu mengajak anak-anak menganalisis isi media bersama, bukan hanya melarang," kata Kasandra.

Membentuk empati sejak dini pada anak-anak penting dilakukan agar anak tidak tumbuh menjadi pelaku perundungan pada saat dewasa.

Baru-baru ini, terjadi kasus perundungan dalam bentuk olok-olok di media sosial yang dilakukan enam mahasiswa dari Universitas Udayana kepada salah satu kolega mereka berinisial TAS (22) yang meninggal dunia.

Olok-olok itu dinilai warganet Indonesia sebagai tindakan yang nirempati karena ditujukan pada korban yang mengakhiri nyawanya secara tragis.

Hal ini membuat sejumlah mahasiswa yang mengolok-olok TAS tersebut mendapatkan sanksi diberhentikan secara tidak hormat dari Universitas Udayana.

Universitas Udayana pun telah membuat tim investigasi untuk menelusuri kasus meninggalnya TAS (22) yang diduga menjadi korban perundungan semasa hidupnya.

TAS (22) ditemukan meninggal dunia di gedung kampus FISIP Universitas Udayana pada Rabu (15/10) pagi. Korban sempat dilarikan ke RSUP Prof. Ngoerah Denpasar setelah ditemukan dalam keadaan luka parah. Namun, pihak RS Sanglah menyatakan nyawa korban tidak bisa tertolong.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka