Timnas Indonesia lebih berkembang dibanding Saudi dan Irak

waktu baca 6 menit

Jakarta (KABARIN) - Patrick Kluivert berpeluang menjadi orang Belanda kelima yang mengantarkan tim Asia ke putaran final Piala Dunia FIFA setelah Guus Hiddink, Dick Advocaat, Pim Verbeek dan Bert van Marwijk, untuk Korea Selatan dan Australia.

Tapi yang terpenting adalah bagaimana Kluivert memanfaatkan dengan baik kesempatan langka mencapai putaran final Piala Dunia pertama sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.

Romantisme dan nasionalisme bercampur aduk dalam bagaimana Indonesia melalui babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 walau harus melawan dua tim yang sudah pernah merasakan putaran final Piala Dunia.

Irak melakukannya pada 1986, sedangkan Saudi melakukannya dalam enam dari delapan edisi terakhir Piala Dunia.

Harus tampil di kandang singa dengan skenario-skenario non teknis yang bisa merusak irama permainan, Jay Idzes cs memanggul tugas berat di Jeddah mulai Kamis dini hari nanti. Mereka bukan hanya melawan tuan rumah, tapi juga menghadapi Irak pada Senin dini hari pekan depan.

Tapi Indonesia ternyata memiliki grafik perkembangan performa yang lebih mengesankan ketimbang Saudi dan Irak.

Dari laju peringkat dan peningkatan kualitas permainan, skuad Patrick Kluivert terlihat lebih asyik untuk disaksikan.

Ya benar, Irak dua kali mengalahkan Indonesia pada babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026. Terakhir mereka melakukannya di Jakarta pada 6 Juni 2024 ketika Garuda menyerah 0-2. Irak juga tak terkalahkan dalam sembilan pertemuan dengan Indonesia.

Namun setelah mengalahkan Indonesia pada 6 Juni 2024 di Jakarta, grafik Irak tak begitu bagus walau dalam 11 pertandingan terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2026 catatan mereka sedikit lebih baik daripada Indonesia. Jika Indonesia 4 kali menang, 3 kali seri dan 4 kali kalah, maka Irak bercatatan 5 kali menang, 3 kali seri dan 3 kali kalah.

Statistik itu tak begitu jomplang jika melihat fakta Indonesia berperingkat dua kali di bawah Irak, dan juga berperingkat terendah sejak babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Pada babak ketiga, Garuda malah harus satu grup dengan dua dari empat tim teratas Asia (Jepang dan Australia). Saudi, Bahrain, dan China pun masih berperingkat jauh di atas Indonesia.

Sebaliknya Irak, yang berperingkat tujuh di Asia, hanya menghadapi satu tim yang berperingkat di atasnya, yakni Korea Selatan. Sepanjang babak ketiga, Irak selalu dikalahkan oleh Korea Selatan.

Indonesia malah mampu mengalahkan tim-tim berperingkat di atasnya, termasuk Saudi yang selevel dengan Irak.

Bisa berbuat banyak

Indonesia juga memiliki catatan lebih baik dalam lima laga terakhir; 4 kali menang dan 1 kali kalah. Bandingkan dengan Irak yang bercatatan 1 kali menang, 1 kali seri dan 3 kali kalah, termasuk dikalahkan Saudi dalam Piala Teluk.

Irak tak mengadakan pertandingan pemanasan begitu putaran ketiga selesai. Sebaliknya, Indonesia menggelar dua laga persahabatan melawan Taiwan dan Lebanon.

Mungkin akibat catatan-catatan itu, peringkat Irak turun dari 55 setelah mengalahkan Indonesia pada 6 Juni 2024, menjadi kini berperingkat 58.

Memang semakin atas peringkat sebuah tim, semakin berat tim itu memperoleh kenaikan peringkat. Sedangkan tim berperingkat rendah seperti Indonesia bisa mengerek peringkat dengan cepat dari setiap hasil positif melawan tim-tim di atasnya .

Buktinya, dalam setahun terakhir peringkat Indonesia naik dari 134 menjadi 119.

Bagaimana dengan Arab Saudi? Tim asuhan Herve Renard itu malah stagnan di kisaran 58-59.

Sejak dikalahkan Indonesia pada 19 November 2024, Saudi cuma memetik dua kemenangan dari laga Kualifikasi Piala Dunia, sama dengan Indonesia.

Dalam lima laga terakhir pun catatan Saudi tidak begitu mentereng; sekali menang, dua kali seri dan dua kali kalah, termasuk seri 1-1 melawan Trinidad & Tobago yang berperingkat 102, dalam Piala Emas Concacaf.

Dengan catatan-catatan itu, Indonesia memiliki alasan untuk yakin bisa berbuat banyak kala menghadapi kembali Saudi dan Irak.

Saudi gagal mengalahkan Indonesia dalam dua pertemuan terakhir, bahkan sekali kalah, padahal dalam 12 pertemuan dengan Indonesia sebelumnya, mereka hampir selalu menang (11 kemenangan).

Oleh karena itu, jika Saudi saja bisa dikalahkan, mengapa tidak dengan Irak?

Ya, Irak dua kali mengalahkan Indonesia pada putaran kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026 dan delapan kali dari total 9 pertemuan sebelumnya dengan Garuda.

Tapi dengan grafik performa yang terlihat lebih baik, Indonesia bisa mengulangi apa yang dialami Saudi pada 19 November 2024 ketika menang 2-0 di Gelora Bung Karno, terhadap Irak.

Faktor materi pemain

Faktor lain yang tak bisa dikesampingkan adalah materi pemain.

Skuad Indonesia memiliki pemain-pemain yang berkompetisi di tujuh dari sebelas liga sepak bola terbaik di dunia. Ketujuhnya adalah Serie A Italia, Bundesliga Jerman, Ligue 1 Prancis, Pro League Belgia, Liga Championship Inggris, MLS Amerika Serikat, dan Eredivisie Belanda.

Ada sepuluh pemain yang bermain di liga-liga elite itu, termasuk Jay Idzes bersama Sassuolo di Serie A dan Calvin Verdonk bersama Lille di Ligue 1.

Baik Sassuolo maupun Lille tengah berada di papan tengah klasemen dengan cuma berselisih 5-9 poin dari pemuncak klasemen.

Empat pemain Indonesia lainnya memperkuat tim-tim yang sedang berada di papan tengah Eredivisie, termasuk Justin Hubner bersama Fortuna Sittard dan Dean James bersama Go Ahead Eagles.

Indonesia juga memiliki pemain-pemain liga lokal yang mumpuni termasuk Rizky Ridho, dan klub papan atas Liga Thailand, yang sudah sering bermain bareng, termasuk empat pemain Persib, sehingga menunjang kekompakan di lapangan dan membentuk tim yang solid.

Dengan materi pemain yang bisa menularkan pengalaman bermain di iklim sepak bola kompetitif seperti itu, Indonesia bisa berbuat banyak di Saudi, sehingga tiket putaran final Piala Dunia FIFA bukan hal mustahil untuk didapatkan.

Mereka akan melawan dua tim yang hampir semua pemainnya jebolan dalam negeri, walau pamor Saudi Pro League tak kalah dari liga-liga Eropa.

Meskipun begitu, waspada itu wajib. Bukan hanya terhadap muka-muka lama, tapi juga muka-muka baru seperti Marwan Al Sahafi dan Saud Abdulhamid dalam skuad Saudi.

Al Sahafi adalah pemain sayap Royal Antwerp, klub asal kiper Manchester United, Senne Lammens. Sedangkan Abdulhamid menjadi pesepakbola Saudi pertama yang mencetak gol dalam kompetisi Eropa ketika AS Roma membabat Braga 3-0 pada 12 Desember 2024 di Liga Europa.

Dari Irak yang diperkuat bek Persib Frans Putros, selain Aymen Hussein yang sudah mencetak empat gol, salah satu pemain yang harus diwaspadai adalah Zidane Iqbal, mantan gelandang Manchester United yang kini rekan bermain gelandang serang skuad Garuda, Miliano Jonathans, di Utrecht.

Pemain-pemain asuhan Patrick Kluivert juga tak boleh terjebak dalam permainan emosi, karena sangat mungkin, terutama melawan Saudi, mereka akan menjalani laga yang menguras emosi.

Saudi tampaknya akan mengerahkan segalanya agar lolos ke Piala Dunia 2026 karena bisa menjadi tonggak untuk ambisi sukses Piala Dunia 2034 ketika mereka menjadi tuan rumahnya.

Untuk melawannya, Garuda mesti bertarung dalam mentalitas underdog, apalagi sampai bisa mencetak gol lebih dulu. Jika ini semua terjadi, momentum bisa dalam kendali Garuda.

Baca juga: Jelang laga Indonesia vs Arab Saudi, berbagai dukungan publik terus meningkat

Bagikan

Mungkin Kamu Suka