Ini alasan kenapa hamil di usia remaja tidak disarankan

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Meskipun secara biologis perempuan sudah bisa hamil setelah menstruasi, ternyata kehamilan di usia remaja, termasuk 19 tahun tetap berisiko tinggi lho. Hal ini dijelaskan oleh dr. Upik Anggraheni, Sp.OG (K) Fer, dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas lulusan Universitas Indonesia.

Menurut dr. Upik, tubuh remaja belum sepenuhnya siap untuk hamil dan melahirkan dengan aman.

“Tulang panggul termasuk tulang belakang dan tulang ekor, masih bisa mengalami pertumbuhan hingga usia 20–21 tahun. Panggul yang belum berkembang sepenuhnya berisiko menyebabkan Disproporsi Sefalopelvik (CPD), yaitu ketidaksesuaian antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu. Kondisi ini dapat menyebabkan persalinan lama dan meningkatkan kebutuhan untuk operasi sesar (SC),” jelasnya kepada ANTARA, Jumat.

Selain itu, sistem reproduksi seperti rahim dan ovarium pada usia di bawah 20 tahun belum sepenuhnya matang, karena fungsi hormon yang diatur oleh poros hipotalamus-hipofisis-ovarium juga masih berkembang. Akibatnya, risiko komplikasi meningkat, termasuk tekanan darah tinggi saat hamil yang bisa berlanjut menjadi Preeklamsia, kondisi serius yang bisa mengancam nyawa ibu dan janin.

Masalah lain yang sering muncul adalah kekurangan nutrisi, terutama zat besi. “Remaja sering kali memiliki cadangan nutrisi yang kurang memadai terutama zat besi karena kurangnya pengetahuan dan hal ini dapat berisiko pada kelahiran bayi prematur dan cacat bawaan serta stunting pada bayi di kemudian hari,” ujar dr. Upik.

Ia menambahkan, kebutuhan nutrisi selama kehamilan meningkat drastis, dan kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia, yang berisiko pada kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, serta perdarahan pascapersalinan. Kondisi-kondisi ini juga bisa meningkatkan risiko kematian ibu akibat proses persalinan yang sulit.

Dampaknya nggak cuma ke ibu, tapi juga ke bayi. Bayi dari ibu remaja lebih rentan lahir prematur dan mengalami gangguan kesehatan, seperti masalah pernapasan, pencernaan, hingga gangguan perkembangan jangka panjang.

“Bayi yang lahir dari ibu remaja lebih rentan mengalami BBLR (berat badan lahir rendah). Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya nutrisi ibu atau gangguan pada plasenta,” tambahnya.

Kalau kehamilan di usia muda sudah terlanjur terjadi, dr. Upik menyarankan untuk melakukan perawatan prenatal sedini mungkin dan memeriksakan diri secara rutin. Pemeriksaan USG berkala penting untuk memantau kondisi janin dan mendeteksi komplikasi sejak awal.

Selain pengawasan medis, edukasi tentang nutrisi, gaya hidup sehat, dan manajemen stres juga penting banget. Dukungan dari orang tua, keluarga, dan pasangan berperan besar untuk menjaga kesehatan fisik dan mental ibu muda, serta memastikan keselamatan janin hingga persalinan.

Singkatnya, hamil di usia remaja bukan sekadar soal “bisa atau nggak bisa,” tapi tentang siap atau belum siap secara fisik, mental, dan emosional. Karena itu, lebih baik fokus dulu pada pendidikan dan kesehatan diri sebelum benar-benar siap jadi ibu.

Baca juga: Hamil di bawah 20 tahun, risiko baby blues meningkat tajam

Bagikan

Mungkin Kamu Suka