Jakarta (KABARIN) - Kementerian Kesehatan kembali menegaskan komitmennya untuk memperluas jumlah puskesmas yang benar-benar ramah bagi penyandang disabilitas. Langkah ini mencakup perbaikan fasilitas, peningkatan kualitas layanan, hingga cara tenaga kesehatan berkomunikasi dengan pasien disabilitas.
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Imran Pambudi menyebut bahwa berdasarkan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional per Agustus 2025, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan melampaui 15 juta orang.
Ia menjelaskan bahwa indikator pelayanan ramah disabilitas sudah tercantum dalam RPJMN. Namun hingga November 2025, dari lebih dari 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia, baru sekitar 208 atau dua persen yang memenuhi standar tersebut.
"Ini masih jauh dari target, yaitu 35 persen. Sekalian, sekali lagi bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia, tidak ada satupun warga negara yang boleh terhalang untuk mengakses layanan kesehatan yang berkualitas, termasuk penyandang disabilitas," katanya.
Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 juga menunjukkan bahwa lebih dari satu juta anak usia 5 sampai 17 tahun hidup dengan berbagai jenis disabilitas. Dari temuan tersebut, 10 per 1000 anak mengalami disabilitas intelektual, 8 per 1000 mengalami disabilitas mental, 4 per 1000 memiliki disabilitas fisik, dan 2 per 1000 adalah penyandang disabilitas sensorik.
Imran menambahkan bahwa hasil audit Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia terhadap 48 puskesmas di delapan provinsi menunjukkan hanya kurang dari seperempatnya yang sudah memiliki fasilitas yang layak dan aksesibel.
Ia juga menyoroti minimnya pemahaman SDM puskesmas terkait asesmen serta cara berkomunikasi yang tepat sesuai ragam disabilitas. Kondisi ini akhirnya membuat penyandang disabilitas masih mengalami hambatan saat ingin mendapatkan layanan kesehatan yang setara.
"Sehingga penyandang disabilitas memiliki hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang setara, karena belum mendapat akses dan akomodasi yang layak," ungkapnya.
Indonesia sendiri telah memiliki sejumlah regulasi yang memperkuat perlindungan bagi penyandang disabilitas. Imran menyebut Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 sebagai salah satu pijakan penting yang mewajibkan pemerintah menyediakan pelayanan publik yang inklusif, termasuk di bidang kesehatan.
"Undang-Undang ini menegaskan kewajiban pemerintah untuk menyediakan akses terhadap layanan pendidikan, pekerjaan dan fasilitas publik, termasuk layanan kesehatan yang memadai," ujarnya.
Ia juga menyinggung peraturan lain seperti PP nomor 70 tahun 2019, Permen Bappenas nomor 3 tahun 2021, UU nomor 17 tahun 2023, serta PP nomor 28 tahun 2024 yang semuanya menegaskan arah kebijakan untuk memastikan penyandang disabilitas bisa hidup sehat, produktif, dan mandiri.