8 ciri umum Neurodivergent, cara kerja otak yang beda tapi unik

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Istilah neurodivergent belakangan makin sering terdengar di media sosial maupun percakapan sehari-hari. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan orang-orang dengan cara kerja otak yang berbeda dari kebanyakan orang, atau yang disebut neurotypical.

Konsep ini berasal dari gagasan neurodiversity (neurodiversitas) yang diperkenalkan oleh sosiolog asal Australia, Judy Singer, pada 1998. Ia menekankan bahwa perkembangan otak manusia itu unik, seunik sidik jari dan tidak ada dua orang yang benar-benar sama, bahkan pada kembar identik sekalipun.

Yang perlu diketahui, neurodivergent bukan istilah medis. Artinya, seseorang bisa disebut neurodivergent dengan atau tanpa diagnosis medis tertentu. Perbedaan ini bukan berarti kekurangan, tapi lebih kepada variasi alami dalam cara berpikir dan memproses dunia di sekitar mereka.

Beberapa kondisi yang termasuk dalam spektrum neurodivergent antara lain autisme, ADHD (gangguan perhatian dan hiperaktivitas), disleksia, dan dyspraxia. Setiap orang bisa punya kombinasi ciri yang berbeda, tapi berikut ini delapan tanda umum yang sering ditemukan:

1. Sensitivitas sensorik yang tinggi

Banyak individu neurodivergent sangat peka terhadap rangsangan seperti cahaya, suara, atau sentuhan. Tatapan mata, misalnya, bisa terasa terlalu intens sehingga mereka lebih nyaman menghindarinya agar tidak stres secara sensorik.

2. Overload informasi visual

Menatap mata lawan bicara bisa memicu visual overload bagi sebagian orang. Otak mereka kesulitan memproses informasi visual dan verbal secara bersamaan, sehingga memilih menatap ke arah lain agar bisa fokus pada isi pembicaraan.

3. Kesulitan membaca ekspresi wajah

Sebagian neurodivergent kesulitan memahami ekspresi wajah atau bahasa tubuh orang lain. Kontak mata tidak selalu membantu mereka mengenali emosi lawan bicara—malah bisa membuat interaksi terasa lebih menegangkan.

4. Fokus pada detail atau benda

Daripada menatap mata orang lain, mereka sering kali fokus pada detail di sekitar, seperti pola di dinding atau benda di meja. Ini bukan tanda tidak peduli, tapi cara unik mereka untuk memproses informasi dan tetap fokus.

5. Kesulitan memahami konteks sosial

Norma sosial seperti “harus menatap mata saat bicara” bisa terasa membingungkan. Bagi sebagian neurodivergent, hal itu bukan bentuk ketidaksopanan, melainkan bagian dari gaya komunikasi yang lebih nyaman bagi mereka.

6. Preferensi komunikasi alternatif

Banyak individu neurodivergent merasa lebih nyaman mengekspresikan diri lewat tulisan, pesan teks, atau media visual daripada percakapan langsung. Komunikasi tertulis memberi waktu lebih untuk berpikir dan menyampaikan perasaan dengan jelas.

7. Pola berjalan tidak biasa

Beberapa orang, khususnya yang berada dalam spektrum autisme, punya pola berjalan khas seperti berjalan jinjit atau bertumpu di bola kaki. Walau terlihat sepele, kebiasaan ini bisa berdampak pada kaki atau sepatu yang cepat aus.

8. Gangguan tidur

Masalah tidur sering dialami oleh individu neurodivergent, terutama anak-anak autistik. Sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau kebutuhan posisi tidur tertentu bisa membuat mereka sulit beristirahat dengan nyaman.

Pendekatan yang tepat
Mendampingi individu neurodivergent membutuhkan empati dan pemahaman, bukan sekadar penilaian. Lingkungan yang inklusif, komunikasi yang fleksibel, serta penyesuaian kecil di rumah, sekolah, atau tempat kerja bisa membantu mereka berkembang maksimal.

Dalam kasus tertentu seperti ADHD, terapi perilaku atau pengobatan medis bisa membantu mengurangi gejala yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Namun, yang paling penting adalah mengakui bahwa perbedaan cara kerja otak bukan sesuatu yang harus “diperbaiki”, melainkan bagian dari keragaman manusia yang patut dirayakan.

Karena setiap otak bekerja dengan caranya sendiri — dan itu bukan kelemahan, tapi keunikan.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka