Jakarta (KABARIN) - "Sedikit gugup," kata musisi ternama Dwiki Dharmawan jujur saat ditanya terkait persiapannya menjelang konser The Musical Journey of Dwiki Dharmawan yang menandai 40 tahun dirinya berkarya di belantika musik tanah air.
Meski sudah ribuan panggung di 80 negara ditaklukkannya, namun perasaan gugup masih dirasakannya. Itu tak lain karena lelaki kelahiran Bandung, 19 Agustus 1966, itu berusaha menghadirkan penampilan terbaiknya.
Dalam konser The Musical Journey of Dwiki Dharmawan, Dwiki akan menghadirkan karya terbaiknya. Mulai dari karya ciptaan sendiri maupun karya musisi lain.
Sejumlah nama musisi ternama pun bakal turut andil dalam pergelaran itu, mulai dari Krisdayanti, Ruth Sahanaya, Once Mekel, Sandhy Sondoro, Andien, Dira Sugandi, dan Ita Purnamasari. Ada juga Putri Ariani, Dirly, Ivan Paulus, Jinan Laetitia, Shanna Shannon, hingga Awdella.
Selain itu, ada juga penampilan spesial yang disuguhkan bersama Krakatau Band, Iskandar Widjaja, Kamal Musallam, World Peace Orchestra, M.A.C yang berasal dari Papua, serta Deepro Dancer dan grup DIAMOND.
CEO Prestige Promotions Untung Pranoto memastikan pertunjukan musik itu bukan sekadar hiburan. Kehadiran elemen visual dan artistik yang mendalam menjadi penegas Dwiki Dharmawan terus berevolusi sebagai seniman yang tidak pernah berhenti bereksperimen.
Untuk persiapan konser tersebut, ia tak segan-segan mendatangi langsung para penyanyi yang bakal terlibat. Melalui pendekatan secara personal, ia dapat memahami satu sama lain sehingga diharapkan lahir penampilan yang apik.
Bagi Dwiki, empat dekade bukan sekadar waktu. Melainkan perjalanan spritual dan kecintaan yang mendalam akan musik. Semakin dirinya melangkah dan berkarya, semakin ia mencintai dan mensyukuri tanah airnya, yang kaya akan budaya dan keragaman, yang menjadi sumber inspirasinya dalam berkarya.
Pendiri band legendaris Krakatau itu memulai karier profesionalnya saat bergabung dengan mentornya Elfa Secioria pada 1982. Bersama dengan Pra Budi Dharma dan Donny Suhendra, ia kemudian mendirikan grup band Krakatau pada 1984. Pada 1985, Dwiki meraih penghargaan the Best Keyboard Player pada Yamaha Light Music Contest 1985 di Tokyo, Jepang.
Meski menyukai jazz, ia tak terpaku pada satu jenis musik saja. Dwiki menjelajahi musik etnik, pop urban, klasik, hingga tradisional, membuat karyanya relevan pada setiap era, dari masa kaset dan CD hingga era digital.
Dengan karier puluhan tahun di industri musik, Dwiki menjelma menjadi salah satu insan industri musik yang populer dan dihormati serta dikenal juga sebagai ikon budaya. Karyanya diakui secara luas sejak tiga dekade yang lalu.
Karier solonya meningkat pesat ketika dia mulai bekerja sama dengan Leonardo Pavkovic dari MoonJune Records melahirkan solo album; So Far, So Close yang direkam di Los Angeles, Pasar Klewer yang direkam di London, Rumah Batu yang direkam di Barcelona, Hari Ketiga yang direkam di studio La Casa Murada, Barcelona Spanyol, serta Anagnorisis yang direkam di Athena, Yunani dan akan diluncurkan pada 2025.
Pada masa pandemi COVID-19, Dwiki merilis single A Night in Murcia dan single World Peace Orchestra – The Spirit of Peace.
Selama 40 tahun berkiprah di belantika musik, suka dan duka banyak dilampauinya. Mulai dari perkembangan teknologi hingga kolaborasi lintas generasi pun dialaminya. Mulai dari era satu-satunya stasiun televisi hingga era digital.
"Sukanya dulu kalau tampil di TV, besoknya pas saya masuk sekolah saya jadi terkenal karena banyak menonton. Waktu itu saya masih SMA. Sukanya lagi waktu dulu kaset laku, tapi dukanya kalau kaset sudah ada di emperan (bajakan). Padahal kita baru rilis, tapi sudah banyak bajakannya karena harganya lebih murah," kata dia.
Tantangan yang dihadapi setiap zaman pun berbeda. Jika pada awalnya memulai karier, pembajakan menjadi musuh utama musisi kini tantangannya juga tak mudah dengan kehadiran akal imitasi (AI). Meski AI dapat membantu musisi dalam berkarya, namun dia lebih menyukai proses dalam bermusik. Tahapan-tahapan yang dilalui mulai dari mencari chord, melodi, menambah lirik, mem-balance, hingga mixing.
"Buat saya itu proses yang sangat saya nikmati, tahapan demi tahapan hingga tercipta musik yang bisa dinikmati bersama. Saya rela melalui itu," kata pendiri World Peace Orchestra itu.
Di luar kancah musik, keterlibatannya dalam mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia ke seluruh negara mencerminkan dukungan kuat dan cinta Dwiki terhadap bangsanya. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2003-2009, Ketua AMI Awards (Anugerah Musik Indonesia) 2016-2022 dan Ketua LMK Pappri (salah satu Lembaga Manajemen Kolektif Indonesia) 2016-2021.
Kini Dwiki masih menjabat Sekretaris Jendral Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI)
Bercita-cita menjadi diplomat

Menariknya, menjadi musisi sebenarnya bukanlah cita-cita Dwiki kecil. Cita-citanya menjadi diplomat, terinspirasi dari kegemarannya membaca buku autobiografi dan kekagumannya pada KH Agus Salim, Adam Malik, Ali Sastroamidjojo, hingga Mochtar Kusumaatmadja.
"Tapi ternyata Tuhan menentukan saya berdiplomasi melalui musik. Itu merupakan soft power, berdiplomasi melalui budaya terutama musik memiliki kekuatan yang cukup besar dalam mengangkat positioning kita," katanya lagi.
Hal itu dibuktikannya, dengan menjadikan musik sebagai kekuatan lunak dalam berdiplomasi. Terutama pada masa-masa suram saat Indonesia terguncang karena adanya kasus pengeboman pada 2000-an. Diplomasi dengan musik, membuat negara lain percaya bahwa Indonesia baik-baik saja.
Kini, penggagas dan komposer dari World Peace Projects (World Peace Trio, World Peace Band, World Peace Orchestra) itu mengangkat dan menjadikan musik menjadi media untuk mempromosikan harmoni sosial dan meningkatkan kesadaran global terhadap perdamaian dunia.
Perkenalan Dwiki kecil di dunia musik tak lepas dari peran ibunya, Yuniarti Sugatin, yang juga amat mencintai musik. Semasa muda, ibunya menjadi bintang radio. Ibunya pula yang mendorong Dwiki kecil untuk pandai bermusik.
Menjadi musisi pun tak pernah terpikirkan olehnya. Pasalnya, semasa muda ia merupakan sosok pemalu, dan kerap gugup sekali jika disuruh tampil ke depan untuk deklamasi. Namun sejak ia berkecimpung di dunia musik, rasa percaya diri pun tumbuh dan perasaan malu itu pun hilang.
Karier bermusik sempat terhalang karena ayahnya Safiyudin Satrawidjaja yang merupakan seorang ASN, lebih menyukai Dwiki memiliki pekerjaan yang stabil. Bahkan saat Dwiki kuliah pada program studi hukum, ayahnya sangat gembira sekali. Kesibukannya di dunia musiknya membuat kuliahnya sempat terhambat, namun ia berhasil menyelesaikannya. Setelah meraih gelar sarjana, musik kemudian mendominasi hidupnya.
Suka duka pun dilewatinya. Sukanya jika karyanya mendapat apresiasi dari masyarakat. Dukanya, saat berada jauh dari keluarga karena dirinya dekat dengan keluarga terutama sosok ibunya. Bahkan ketika tur dalam waktu lama, ia harus memendam perasaan rindu pada keluarga.
"Itu berat buat buat saya, karena kangen banget. Tapi waktu itu saya harus jalani karena bandnya sedang laris," kata suami Ita Purnamasari itu mengenang.
Tak dipungkiri ibunya merupakan sosok yang memiliki peran besar dalam karier bermusiknya. Ia juga banyak terinspirasi dengan karya-karya The Beatles, Herbie Hancock, Frank Sinatra, dan lainnya.
Kini Dwiki menikmati menikmati perannya sebagai mentor musik bagi generasi muda. Ia mengaku belajar banyak hal dengan melakukan kolaborasi dengan generasi muda yang juga memiliki pola pikir yang berbeda. Seluruh musisi orkestra yang akan tampil pada konser nanti merupakan gabungan musisi muda dan senior.
"Terus terang saya mendapatkan energi yang banyak dengan melakukan kolaborasi dengan generasi muda. Saya juga belajar banyak hal dari generasi muda," kata musisi yang banyak melahirkan karya musik spritual itu.
Ke depan, ia berharap dapat terus menebar manfaat bagi masyarakat melalui pendidikan, pelatihan, maupun pertukaran budaya. Melalui lembaga pendidikan musik Farabi yang dipimpin lulusan Magister Seni IKJ itu, ia berharap dapat melahirkan talenta muda berbakat di dunia musik.
Meski impian masa kecilnya menjadi diplomat kandas, Dwiki Dharmawan telah mewujudkan cita-cita itu melalui musik. Dengan nada dan harmoni, ia menjalankan diplomasi budaya, memperkenalkan kekayaan Indonesia dan menebar pesan perdamaian ke seluruh dunia.