Tradisi kopi cethe, cara unik warga Tulungagung nikmati seni dalam secangkir kopi

waktu baca 3 menit

Jawa Timur (KABARIN) - Tulungagung dikenal bukan cuma sebagai kota marmer, tapi juga punya budaya ngopi yang beda dari daerah lain. Di sini, ada tradisi seru bernama kopi cethe atau nyethe yang sudah jadi bagian dari keseharian warga. Uniknya, tradisi ini bukan sekadar minum kopi, tapi juga menciptakan karya seni dari ampas kopi yang dioles di batang rokok.

"Selain sebagai kota marmer kota ini juga bisa dibilang sebagai kota seni cethe, dan disini sudah jadi budaya setiap hari untuk warga asli setempat," ungkap Rafli, warga Tulungagung.

Lalu, bagaimana sejarah asal usul kopi cethe di Tulungagung? Berikut penjelasannya mengutip berbagai sumber:

Sejarah tradisi nyethe

Kebiasaan nyethe diyakini muncul sekitar tahun 1980-an. Saat itu, para petani di Tulungagung suka ngopi bareng di warung setelah seharian kerja di sawah. Warung kopi jadi tempat mereka melepas lelah dan ngobrol santai. Dari situ, muncul kebiasaan unik mengoleskan ampas kopi ke batang rokok yang sedang dihisap.

Awalnya cuma dilakukan iseng-iseng tanpa tujuan khusus. Tapi lama-lama, kebiasaan itu berubah jadi kegiatan kreatif yang menarik. Para penggemar kopi mulai membuat motif-motif indah dari ampas kopi, mulai dari tulisan sederhana sampai gambar wayang dan pola abstrak. Sejak saat itu, nyethe berkembang jadi budaya dan ikon khas Tulungagung yang dikenal banyak orang.

Proses dan teknik nyethe

Membuat kopi cethe butuh kesabaran dan keterampilan. Pertama, kopi diseduh sampai menghasilkan ampas yang kental dan halus. Setelah itu, ampasnya diendapkan lalu dioleskan ke batang rokok dengan alat kecil seperti sendok mungil atau jarum.

Beberapa orang menambahkan susu cair supaya tekstur ampas lebih lengket dan mudah dibentuk. Karena kertas rokok sangat tipis, prosesnya harus hati-hati dan teliti agar tidak robek. Dari tangan-tangan kreatif, lahirlah berbagai pola menarik yang bikin setiap batang rokok terlihat seperti karya seni mini.

Makna sosial dan budaya

Nyethe bukan cuma soal seni atau gaya ngopi unik. Tradisi ini punya makna sosial yang kuat di masyarakat Tulungagung. Warung kopi jadi tempat berkumpul berbagai kalangan, dari petani sampai pegawai, tanpa memandang status sosial.

Obrolan di warung kopi sambil nyethe menciptakan suasana akrab dan kebersamaan. Tradisi ini mengajarkan nilai gotong royong dan menghargai waktu santai bersama orang lain. Bagi masyarakat Tulungagung, nyethe bukan sekadar kebiasaan, tapi juga simbol identitas dan kebanggaan lokal.

Tradisi kopi cethe membuktikan bahwa dari hal sederhana seperti ampas kopi pun bisa lahir karya seni bernilai tinggi. Selain memperkaya budaya lokal, tradisi ini juga bikin banyak wisatawan penasaran untuk datang langsung ke Tulungagung dan merasakan sendiri sensasi ngopi dengan cara paling unik di Jawa Timur ini.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka