Pemerintah siapkan anggaran jumbo untuk guru keagamaan pada 2026

waktu baca 2 menit

Berdasarkan data EMIS (Education Management Information System) Kementerian Agama tahun 2025, jumlah guru Pendidikan Agama Islam di sekolah umum mencapai 250.151 orang

Jakarta (KABARIN) - anggaran bernilai belasan triliun rupiah pada 2026. Langkah ini dinilai sebagai upaya jangka panjang untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia, bukan sekadar pengeluaran negara.

Wakil Menteri Agama Romo Muhammad Syafii menyebut masalah yang dialami guru keagamaan sudah berlangsung lama dan bersifat mendasar. Mulai dari kesejahteraan yang timpang, sertifikasi yang tersendat, status kerja yang belum jelas, hingga jalur karier yang terbatas.

“Masalah yang dihadapi bersifat struktural dan menahun. Ketimpangan kesejahteraan, keterlambatan sertifikasi, status kepegawaian yang tidak pasti, serta keterbatasan jalur karir profesional. Jika ini dibiarkan maka mutu pendidikan keagamaan akan stagnan,” ujar Romo Syafii saat menutup Rapat Kerja Nasional Kementerian Agama 2025 di Tangerang, Rabu.

Menurutnya, tahun anggaran 2026 menjadi momen penting untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Pemerintah menargetkan sejumlah program utama seperti Pendidikan Profesi Guru, Tunjangan Profesi Guru, insentif bagi guru non ASN madrasah, hingga penyesuaian gaji dan pengangkatan PPK bagi guru non ASN.

Secara rinci, kebutuhan anggaran itu meliputi dana Pendidikan Profesi Guru sebesar Rp225,6 miliar. Tunjangan Profesi Guru diperkirakan mencapai Rp13,52 triliun. Insentif guru non ASN madrasah disiapkan Rp649,5 miliar. Selain itu, ada anggaran impasing untuk 73.638 guru non ASN setelah pengangkatan 31.629 PPPK guru madrasah.

“Angka-angka ini bukan beban fiskal. Melainkan investasi strategi sumber daya manusia Indonesia. Tanpa pemenuhan kebutuhan ini guru akan terus berada dalam kondisi yang rentan,” kata Romo Syafii.

Data EMIS Kementerian Agama 2025 mencatat jumlah guru Pendidikan Agama Islam di sekolah umum mencapai 250.151 orang. Dari jumlah tersebut, 151.236 guru diangkat oleh pemerintah daerah, sementara yang diangkat langsung oleh Kementerian Agama hanya sekitar 7.076 orang.

“Komposisi ini menunjukkan bahwa pengangkatan guru agama sangat terfragmentasi. Jika dibiarkan hal ini berpotensi merekam rekrutmen yang tidak terkendali. Dan belum tentu menjamin kualitas,” ujarnya.

Ke depan, pemerintah dinilai perlu menata ulang kebijakan rekrutmen guru agama agar sejalan dengan arah pembangunan nasional. Penataan ini penting untuk menjaga kualitas pendidikan keagamaan secara konsisten di seluruh daerah.

“Karena itu ke depan diperlukan resentralisasi kebijakan rekritmen guru agama dalam kerangka RPJPN. Selaras dengan revisi undang-undang pemerintahan daerah dan undang-undang sistem pendidikan nasional. Resentralisasi ini bukan birokratisasi melainkan penyeragaman standar mutu nasional,” kata Romo Syafii.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka