Ankara (KABARIN) - Amerika Serikat mendorong Thailand agar segera mengambil langkah nyata untuk menurunkan eskalasi konflik dengan Kamboja yang hingga kini masih memanas di wilayah perbatasan kedua negara.
Permintaan itu disampaikan dalam percakapan telepon antara Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow pada Kamis. Juru bicara Departemen Luar Negeri Thailand Tommy Pigott mengatakan Washington menaruh perhatian serius pada kekerasan yang belum mereda dan meminta situasi segera dikendalikan.
Rubio menekankan perlunya upaya cepat untuk menurunkan ketegangan. Ia juga mendorong Thailand agar kembali mengacu pada Perjanjian Perdamaian Kuala Lumpur serta mengambil "tindakan konkret" untuk meredam konflik yang berlangsung.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Thailand Jenderal Natthaphon Narkphanit membenarkan insiden jatuhnya pesawat tanpa awak milik Thailand yang ditembak pasukan Kamboja. Ia menyebut kejadian itu disesalkan, namun dianggap sulit dihindari di tengah situasi konflik, seperti dilaporkan Thai Enquirer.
Pesawat yang jatuh tersebut diketahui merupakan drone pengintai DP-20 atau D-Eyes 04. Natthaphon juga mengakui bahwa Kamboja memiliki sistem pertahanan udara yang mampu menjatuhkan pesawat jenis tersebut.
Sementara itu, Kamboja menuding Thailand telah menembakkan artileri ke kawasan sipil di Provinsi Banteay Meanchey dan menggunakan gas beracun di Desa Chok Chey. Tuduhan ini kembali dibantah oleh pihak Thailand.
Militer Thailand menegaskan bahwa setiap operasi yang dilakukan hanya menyasar target militer dan tidak ditujukan kepada warga sipil maupun fasilitas umum.
Data dari otoritas Thailand mencatat 21 prajurit dan 16 warga sipil tewas sejak bentrokan pecah. Di pihak lain, Kementerian Dalam Negeri Kamboja melaporkan 18 warga sipil meninggal dunia dan 78 orang mengalami luka-luka.
Di tengah situasi tersebut, ribuan warga Kamboja menggelar aksi damai pada Kamis untuk menyerukan penghormatan terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Konflik ini terus berlanjut meski Presiden AS Donald Trump sebelumnya menyebut para pemimpin Thailand dan Kamboja telah sepakat menghentikan pertempuran. Kedua negara sempat menandatangani perjanjian damai di Kuala Lumpur pada Oktober lalu, disaksikan Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Namun kesepakatan itu kembali goyah setelah seorang tentara Thailand mengalami luka serius akibat ledakan ranjau darat di wilayah perbatasan.
Thailand dan Kamboja memang memiliki sejarah panjang sengketa wilayah yang kerap berujung bentrokan. Pada Juli lalu, konflik serupa bahkan menelan sedikitnya 48 korban jiwa.