Pasar investasi global diprediksi masih ngebut di 2026, ini alasannya

waktu baca 3 menit

Jakarta (KABARIN) - Senior Market Analyst Nanovest Bryan Oskar memprediksi pasar investasi global masih memiliki peluang besar untuk melanjutkan tren positif pada tahun depan, menyusul kinerja luar biasa yang dicatatkan sepanjang 2025.

Ia menuturkan, pasar global dapat melanjutkan tren bullish (menguat) jika bank sentral dunia terus melonggarkan kebijakan moneter dan sektor teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mempertahankan momentum inovasinya.

“Tahun 2025 bukan sekadar tahun rekor harga, melainkan tahun ketika aset tradisional (emas, saham) dan aset digital, Bitcoin, AI-related equities (saham yang berkaitan dengan AI), berlari beriringan menuju puncak baru,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Senin.

Bryan mengatakan, hal tersebut membuktikan bahwa diversifikasi instrumen investasi modern mampu menggabungkan pengembangan aset tradisional dan aset digital untuk hasil yang lebih optimal.

Salah satunya, lanjut dia, tercermin pada pergerakan pasar saham Amerika Serikat yang mencatat reli kuat dengan S&P 500, Nasdaq Composite, dan Dow Jones Industrial Average di mana berulang kali mencapai All-Time High (ATH/rekor level tertinggi) baru sepanjang 2025.

Ia menuturkan, pencapaian tersebut didorong oleh euforia AI dan kinerja emiten teknologi Nvidia (NVDA) serta Palantir (PLTR) yang juga menciptakan rekor harga tertinggi baru.

Begitu pula dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menembus ATH sebesar 8.616 poin, atau naik 45 persen dari level terendah 5.987 pada April 2025.

Bryan menyampaikan, aset kripto juga mengalami peningkatan yang signifikan saat Bitcoin (BTC) menyentuh ATH lebih dari 126 ribu dolar AS (Rp2,11 miliar, kurs = Rp16.740) di triwulan III 2025, meskipun kini menurun menjadi kurang dari 100 ribu dolar AS (Rp1,67 miliar).

Sedangkan emas sebagai instrumen safe-haven mencapai harga 4.381 dolar AS (Rp73,34 juta) per troy ons di Oktober 2025.

Meskipun demikian, ia menyoroti valuasi saham AS, khususnya saham AI dengan rasio harga pasar saham dengan laba bersih per saham (Price-to-Earnings atau P/E) yang jauh melampaui puncak dot-com 2000 (spekulasi pasar saham perusahaan internet yang terjadi pada akhir 1990-an hingga 2000).

Bryan Oskar mengatakan hal tersebut memicu kekhawatiran “AI Bubble”, apalagi bayang-bayang utang nasional Amerika sebesar lebih dari 38 triliun dolar AS (Rp636.120 kuadriliun) yang menjadikan emas tetap sebagai safe-haven favorit dengan potensi rekor baru.

Meskipun demikian, kepercayaan investor pada platform investasi digital Nanovest tercatat masih tinggi terhadap peluang pasar investasi ke depan.

Chief Marketing Officer Nanovest Jovita Widjaja menyatakan, pihaknya mengalami peningkatan volume transaksi sebesar 95 persen pada tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.

“Lonjakan hampir dua kali lipat pada volume trading (perdagangan) menunjukkan bahwa semakin banyak investor Indonesia yang percaya pada potensi pasar global untuk diadopsi di Indonesia,” imbuhnya.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka