Jakarta (KABARIN) - Sebuah konsorsium di Jepang yang melibatkan Fujitsu Ltd. tengah mengembangkan platform pemeriksa fakta berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk melawan misinformasi daring yang kerap muncul saat terjadi bencana maupun menjelang pemilu.
Dikutip dari Kyodo, Kamis (14/8), Kelompok yang terdiri atas sembilan organisasi, termasuk National Institute of Informatics, NEC Corp., dan sejumlah institusi akademik, menargetkan sistem ini selesai pada akhir tahun fiskal 2025.
AI tersebut dirancang untuk menganalisis, mengumpulkan data pendukung, serta menilai keaslian informasi di internet.
“Biasanya butuh banyak pengecekan untuk memastikan kebenaran secara mandiri, namun sistem ini bisa membantu kita membuat penilaian cepat,” kata Direktur Senior Proyek di Fujitsu Dai Yamamoto.
Pada akhir Mei, Yamamoto mencoba sistem tersebut dengan memasukkan pernyataan, “Sekelompok pencuri asing mendatangi wilayah terdampak gempa Noto segera setelah bencana,” dan memintanya memverifikasi.
Beberapa detik kemudian, sistem menampilkan pesan bahwa pernyataan tersebut “Salah”. Penilaian itu diperkuat artikel surat kabar yang berisi informasi bertentangan dengan klaim, serta menyebut tingkat keandalan media tersebut “tinggi”.
Sistem ini menggunakan model bahasa besar (large language model) yang difokuskan untuk melawan informasi palsu.
Proyek ini didanai sebesar 6 miliar yen (sekitar Rp660 miliar) oleh New Energy and Industrial Technology Development Organization, sebuah lembaga pemerintah Jepang.
Dengan platform tersebut, bahkan “deepfake”, yakni gambar dan video yang menampilkan sosok nyata tetapi dibuat oleh AI, dapat dideteksi karena sistem mampu mengenali karakteristik yang sering luput dari perhatian, menurut para pengembang.
Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran atas penyebaran disinformasi dan misinformasi daring, termasuk video palsu terkait bencana, yang dapat berdampak negatif pada saat krisis.
