Kalau ada yang tidak ikut atau tidak menurut maka akan dievaluasi
Jakarta (KABARIN) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa Gubernur Riau Abdul Wahid diduga sudah meminta setoran dari para pejabat di lingkungan pemerintah provinsi sejak awal masa jabatannya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut praktik tersebut sudah terjadi sejak Abdul mulai menjabat sebagai gubernur.
“Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Asep menjelaskan, pada masa awal kepemimpinannya, Abdul Wahid sempat mengumpulkan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan menyampaikan pesan tegas bahwa hanya ada satu pemimpin yang harus diikuti.
Ia bahkan mengingatkan bahwa kepala dinas merupakan perpanjangan tangan gubernur, sehingga semua perintah yang datang dari mereka dianggap sebagai instruksi langsung dari dirinya.
“Kalau ada yang tidak ikut atau tidak menurut maka akan dievaluasi,” kata Asep.
Pesan tersebut kemudian ditafsirkan oleh sejumlah kepala unit pelaksana teknis di Dinas PUPRPKPP Riau sebagai ancaman. Mereka diduga merasa bisa dimutasi atau diganti bila tidak memberikan setoran kepada sang gubernur.
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 3 November 2025 dan mengamankan Abdul Wahid bersama delapan orang lainnya. Sehari kemudian, Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam menyerahkan diri ke KPK.
Lembaga antikorupsi itu akhirnya menetapkan Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPRPKPP Riau M. Arief Setiawan, dan Dani M. Nursalam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2025.