Soul

Pertama dalam dua tahun, umat Kristen Gaza bisa rayakan Misa Natal lagi

Gaza (KABARIN) - Suasana sunyi menyelimuti sebuah gereja di Jalur Gaza pada Rabu (24/12), saat umat Kristen akhirnya kembali berkumpul untuk melaksanakan Misa Natal pertama dalam dua tahun terakhir. Ibadah tersebut menjadi momen emosional yang menandai kembalinya doa bersama setelah perang panjang menghentikan seluruh perayaan keagamaan.

Tidak ada lampu berkilau, musik Natal, maupun dekorasi meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Misa digelar dalam kesederhanaan, bahkan tanpa penerangan listrik, dengan nuansa duka yang kental. Doa-doa dipanjatkan untuk mengenang mereka yang tewas selama konflik yang menghancurkan Gaza.

Selama dua tahun terakhir, komunitas Kristen yang kecil di wilayah tersebut hanya bisa menjalankan praktik keagamaan secara terbatas. Doa dilakukan secara pribadi di tempat perlindungan atau di gereja-gereja yang rusak akibat serangan.

Kembalinya jemaat ke gereja pada Natal tahun ini dimungkinkan setelah tercapainya gencatan senjata baru-baru ini serta penarikan sebagian pasukan Israel dari kawasan bersejarah Gaza.

“Sebelum perang, kami biasa berdoa bersama, menghias pohon Natal di rumah, dan berbagi kudapan manis,” ujar Edward Antoine (37), yang kehilangan ibu dan saudara perempuannya selama konflik. “Tahun ini saya menghadiri Misa sendirian, tetapi doa memberi saya kekuatan,” tambahnya.

Komunitas Kristen di Gaza yang sebelum perang berjumlah sekitar 1.000 orang, kini menyusut drastis akibat korban jiwa dan pengungsian. George Anton, Direktur Operasi Patriarkat Latin di Gaza, menyebut sedikitnya 53 anggota komunitas Kristen tewas, baik akibat serangan langsung maupun karena minimnya perawatan medis saat berlindung di kompleks gereja.

Perang di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023, setelah serangan militan Hamas ke Israel selatan memicu serangan balasan besar-besaran yang menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza. Sejumlah gereja, yang selama konflik berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi umat Kristen dan Muslim, turut menjadi sasaran serangan.

Meski gencatan senjata membawa ketenangan sementara, rasa takut belum sepenuhnya hilang dari kehidupan warga.

“Kami terkadang masih mendengar ledakan. Kami merasa cukup dengan doa hari ini. Kami hanya berusaha bertahan hidup dan berharap kematian di Gaza segera berakhir,” kata Hilda Ayad (29).

Pihak gereja menegaskan bahwa Misa Natal tahun ini hanya difokuskan pada ritual keagamaan. Tidak ada perayaan publik atau festival musik, sebagai bentuk penghormatan kepada ribuan warga Palestina yang kehilangan nyawa.

“Tidak akan ada kebahagiaan sejati selama Gaza masih hancur,” ujar Faten al-Salafiti (67), yang kehilangan suami dan putranya dalam serangan terhadap sebuah gereja.

“Kehilangan kami adalah bagian dari penderitaan semua orang di sini.”

Pewarta: Xinhua
Editor: Suryanto
Copyright © KABARIN 2025
TAG: