...Jasa dan warisan pemikiran Ibu Sri Sularsih akan terus hidup dalam transformasi layanan Perpustakaan Nasional RI
Jakarta (KABARIN) - Perpusnas menyampaikan duka mendalam atas wafatnya Sri Sularsih yang pernah memimpin lembaga itu selama periode 2010 sampai 2016. Beliau meninggal pada Minggu kemarin pukul 15.15 WIB dan kepergiannya meninggalkan jejak besar bagi dunia literasi tanah air.
Kepala Perpusnas E. Aminudin Aziz menyebut kehilangan ini sangat berarti karena sosok Sri Sularsih dikenal sebagai perempuan yang membawa perubahan besar.
"Indonesia kehilangan salah satu perempuan terbaiknya dalam dunia literasi. Jasa dan warisan pemikiran Ibu Sri Sularsih akan terus hidup dalam transformasi layanan Perpustakaan Nasional RI," ujar Aminudin.
Perpusnas memastikan akan melanjutkan visi dan perjuangan beliau dengan terus mendorong layanan perpustakaan yang semakin modern, memaksimalkan teknologi digital, serta memperluas akses literasi sampai ke wilayah yang sulit dijangkau. Upaya ini juga menjadi bentuk penghormatan kepada sosok yang dikenang sebagai pemimpin yang visioner.
Sri Sularsih lahir di Kulon Progo dari keluarga sederhana dan mengenal dunia baca lewat kertas koran bekas pembungkus roti. Dari kebiasaan kecil itulah tumbuh rasa cinta pada buku yang kemudian membentuk jalan hidupnya hingga menjadi tokoh penting dalam pengembangan literasi nasional.
Beliau ingin anak-anak Indonesia memiliki akses bacaan yang lebih baik, tidak lagi bergantung pada sisa-sisa seperti yang pernah ia alami. Perjalanannya dituangkan dalam buku berjudul "30 Tahun Mengukir Makna" yang merangkum kisah hidup, nilai-nilai, dan gagasan besar yang ia perjuangkan.
Salah satu warisan besarnya adalah pembangunan gedung layanan Perpusnas yang kini dikenal sebagai perpustakaan tertinggi di dunia dengan 24 lantai. Ia juga memprakarsai Perpustakaan Keliling Nasional dengan menghadirkan ratusan mobil dan kapal perpustakaan yang beroperasi hingga ke daerah pesisir dan wilayah terpencil.
Selain itu, ia turut mendorong penyebaran sekitar 50 juta buku ke berbagai wilayah Indonesia lewat Program Gemar Membaca. Gerakan ini menjadi tonggak penting dalam menjadikan literasi sebagai budaya publik yang inklusif.
Sri Sularsih juga berperan dalam memperkuat regulasi literasi nasional, termasuk penerapan Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan yang menjadi fondasi sistem perpustakaan modern di seluruh Indonesia.
Dalam pandangannya, buku adalah makanan batin, sumber pengetahuan, dan jembatan untuk mencapai harapan. Ia selalu menekankan bahwa literasi bukan hanya soal membaca, tetapi tentang bagaimana bacaan dapat membebaskan pikiran dan membuka peluang lebih luas bagi bangsa.