Mikroplastik dari pakaian bisa cemari dan bahayakan ekosistem sungai

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Peneliti dari Ecological Observation and Wetland Conservations atau ECOTON, Rafika Aprilianti, memperingatkan bahaya mikroplastik yang berasal dari sampah pakaian karena bisa mencemari sungai dan merusak ekosistem di sekitarnya.

Rafika menjelaskan mikroplastik tidak cuma berisiko dari bahan dasar seperti ftalat dan BPA yang mengganggu hormon, tapi juga bisa menyerap racun lain seperti pestisida dan logam berat di perairan.

"Kalau organisme air menelan mikroplastik, racun-racun ini ikut masuk ke tubuh mereka dan bisa merusak organ, ganggu reproduksi, serta menurunkan jumlah ikan endemik," kata Rafika pada Senin.

Menurutnya, ketika polusi dari pewarna pakaian dan mikroplastik sudah menumpuk, fungsi sungai sebagai sumber air bersih dan penopang kehidupan mulai terganggu.

Bahan sintetis seperti polyester, nylon, dan spandex disebut Rafika sebagai penyumbang utama mikroplastik dari pakaian.

Untuk mencegah polusi, Rafika menyarankan masyarakat mengurangi konsumsi fast fashion dan lebih bijak dalam mengelola pakaian lama, misalnya dengan menyumbangkan atau menukar pakaian yang masih layak pakai.

“Kalau bosan dengan pakaian itu-itu saja bisa mix and match. Pakaian yang masih bagus bisa disetorkan ke orang yang membutuhkan atau ditukar melalui proyek bersaling-silang,” ujarnya.

Ia juga merekomendasikan memilih pakaian dengan kandungan serat alami lebih tinggi agar pelepasan mikroplastik ke lingkungan berkurang.

Sebelumnya, peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menyebut penelitian sejak 2022 menemukan mikroplastik di setiap sampel air hujan Jakarta.

"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka. Yang berbahaya bukan air hujannya, tapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia atau menyerap polutan lain," jelas Reza.

Rata-rata, ditemukan 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari di kawasan pesisir Jakarta, menandakan siklus plastik sudah sampai ke atmosfer dan kembali turun lewat hujan. Untuk menekan polusi dan risiko paparan mikroplastik, penggunaan produk plastik sebaiknya diminimalkan.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka