KPAI dukung Pemprov DKI batasi akses anak ke konten berbahaya di medsos

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mendukung rencana Pemprov Jakarta untuk membuat regulasi khusus agar akses anak atau pelajar ke konten berbahaya di media sosial bisa dibatasi.

Komisioner KPAI bidang Anak Korban Pornografi dan Kejahatan Siber, Kawiyan, menilai langkah ini penting supaya peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta Utara yang melibatkan salah satu siswa tidak terulang.

“Faktanya memang paparan media sosial dan konten-konten berbahaya di ruang digital sudah sangat membahayakan anak-anak. Anak yang terpapar konten negatif di media sosial, tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain,” ujar Kawiyan dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, langkah Pemprov Jakarta sejalan dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menegaskan kewajiban negara, pemerintah, dan pemerintah daerah melindungi anak-anak.

“Kasus yang terjadi di SMAN 72 Jakarta mengakibatkan 96 anak mengalami luka fisik dan dampak psikologis yang cukup serius. Lebih dari itu, semua siswa yang ada di sekolah tersebut juga ikut mengalami dampak psikologis, depresi, dan ketakutan,” tambah Kawiyan.

Kawiyan juga mengingatkan temuan Densus 88 yang menunjukkan 110 anak terpapar paham radikal dan jaringan terorisme lewat media sosial sebagai peringatan untuk memperketat pengawasan anak di ruang digital.

“Jika Pemprov Jakarta akan membuat regulasi yang bertujuan untuk membatasi akses pelajar/anak dari konten negatif media sosial maka ini merupakan langkah maju. Saya mengapresiasi rencana tersebut,” katanya.

Ia menekankan bahwa pembatasan akses ini harus diikuti dengan panduan edukasi bagi anak, orang tua, dan sekolah karena ketiga pihak ini punya peran penting dalam perlindungan anak di dunia digital.

“Anak-anak harus mendapatkan edukasi dan pemahaman bahwa di dunia digital selain ada manfaat, juga banyak risiko yang harus dihindari. Anak-anak harus tahu akan hal itu sehingga mereka secara otomatis mampu menyeleksi mana konten atau situs yang boleh diakses dan mana yang tidak,” paparnya.

Kawiyan juga menekankan pentingnya Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE mematuhi PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak agar turut mencegah kekerasan terhadap anak di dunia digital. Dalam PP Tunas pasal 12, PSE wajib memberikan edukasi dan pemberdayaan digital bagi anak dan orang tua atau wali yang menggunakan layanan mereka.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka