Jakarta (KABARIN) - Pernah merasa susah tidur karena rumah sempit atau perjalanan ke kantor yang jauh banget? Ternyata dua hal itu bisa jadi penyebab insomnia loh. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tinggal di hunian kecil di kota atau harus commuting lama ke tempat kerja sama-sama bisa bikin kualitas tidur menurun.
Insomnia sendiri adalah gangguan saat seseorang kesulitan tidur, sering terbangun di malam hari, atau malah bangun terlalu pagi dan susah tidur lagi.
Tim peneliti dari Osaka Metropolitan University menemukan bahwa waktu tempuh yang panjang untuk berangkat kerja bisa mengurangi jam tidur dan meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, stres, obesitas, sampai kelelahan berat.
Tapi ternyata tinggal di kota besar juga bukan solusi. Hunian di kawasan perkotaan memang dekat dengan tempat kerja, tapi kualitas tempat tinggalnya seringkali jauh dari ideal. Polusi suara, cahaya, dan udara di kota bisa bikin orang lebih sulit tidur nyenyak dan memicu gejala insomnia.
Penelitian ini juga menyebut, di apartemen berukuran sekitar 95 meter persegi untuk empat orang, risiko insomnia meningkat kalau waktu tempuh ke tempat kerja lebih dari 52 menit.
Studi yang dilakukan pada 2024 ini melibatkan dua ribu pekerja di Tokyo berusia 40–59 tahun yang rutin berangkat kerja lima hari dalam seminggu. Para peneliti menilai waktu perjalanan para peserta lewat sistem pencarian rute transportasi berdasarkan alamat rumah dan kantor, lalu mengukur tingkat insomnia dan rasa kantuk di siang hari dengan skala khusus bernama Athens Insomnia Scale dan Epworth Sleepiness Scale.
Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa memperpendek waktu tempuh dan mempertimbangkan ukuran serta lokasi rumah bisa membantu mengurangi gangguan tidur.
“Pilihan dan pasokan perumahan yang mempertimbangkan keseimbangan antara lokasi dan ukuran dapat membantu meningkatkan kesehatan tidur para komuter dan mengurangi kerugian ekonomi terkait tidur di wilayah metropolitan,” ungkap Profesor Daisuke Matsushita yang memimpin penelitian ini.
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Transport & Health ini diharapkan bisa jadi bahan pertimbangan dalam kebijakan perumahan dan perencanaan kota di masa depan agar masyarakat bisa hidup lebih sehat dan tidur lebih nyenyak.