Ternyata ekspresi wajah & intonasi suara penting untuk melatih interaksi anak

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Psikolog anak dan remaja Anastasia Satriyo menekankan pentingnya ekspresi wajah dan intonasi suara dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk melatih kemampuan anak berinteraksi sejak dini, tepatnya di 1.000 hari pertama kehidupannya.

“Jadi lebih ke ekspresi wajah, kedekatan fisik, sama intonasi kita. Bicarakan rutinitas dan aktivitas dia keseharian, sehingga anak terbiasa sama interaksi manusia,” ujar Anastasia Satriyo, M.Psi., Psikolog, dalam acara temu media di Jakarta, Jumat (10/10).

Psikolog lulusan Universitas Indonesia itu menjelaskan bahwa orang tua punya peran besar dalam memberikan stimulasi, membangun kedekatan, dan menciptakan pengalaman yang berkesan bagi anak di masa awal kehidupannya.

Salah satu caranya adalah dengan menampilkan ekspresi wajah yang hangat dan intonasi suara yang lembut saat berinteraksi. Hal ini membantu anak belajar mengenali emosi dan memahami situasi di sekitarnya.

“Misalnya, ketika bangun pagi orang tua dapat memberikan salam disertai dengan senyuman dan suara yang menenangkan. Kita lakukan seperti ‘halo, selamat pagi...’ Walaupun anaknya masih bayi dan enggak bergerak, kita mulai memasukkan pengalaman ekspresi, suara, dan intonasi yang menunjukkan bahwa kita melihat dia sebagai makhluk yang berharga,” jelas Anastasia.

Di masa 1.000 hari pertama, anak memang cenderung belajar dengan cara meniru orang-orang di sekitarnya. Karena itu, penting bagi orang tua untuk terus melibatkan anak dalam aktivitas sehari-hari sambil menjelaskan apa yang sedang dilakukan.

Contohnya, saat mengajak anak mandi, orang tua bisa sambil mengenalkan bagian tubuh yang sedang dibersihkan menggunakan sabun, tentunya dengan ekspresi ceria agar suasana jadi menyenangkan. Begitu juga ketika mengajak anak makan atau berjemur pagi-pagi, semua bisa jadi momen belajar seru.

Anastasia, yang juga dikenal sebagai praktisi terapi bermain, punya analogi menarik. Ia menyamakan anak dengan sebuah ponsel yang butuh di-install berbagai “program” supaya makin pintar.

“Jadi, memang ketika mau siap jadi orang tua, capeknya adalah kita banyak memberikan pengalaman-pengalaman itu. Enggak bisa kayak diam-diam saja, karena otak manusia ini kayak kita punya handphone, harus diisi pengalaman,” tutup Anastasia.

Intinya, interaksi hangat dan penuh ekspresi dari orang tua bukan cuma bikin anak merasa dicintai, tapi juga jadi fondasi penting buat tumbuh kembang sosial dan emosional mereka ke depannya.

Baca juga: Peran ayah jadi kunci tumbuh kembang anak menurut dokter anak

Bagikan

Mungkin Kamu Suka