Jakarta (KABARIN) - Membiarkan diri menangis saat emosi sudah menumpuk, kehilangan orang tersayang, atau menghadapi konflik ternyata punya manfaat untuk kesehatan mental sekaligus membuat tubuh lebih rileks.
Psikoterapis Serene Lee dari ICCT.sg menjelaskan bahwa menangis ibarat membersihkan “lemari emosi”. Jika terus dipendam, beban perasaan bisa menumpuk dan terasa berat. “Membiarkan diri menangis sesekali membantumu merasa seimbang dan manusiawi. Setelah seminggu penuh tekanan, menangis sambil menonton film yang menyentuh hati bisa membuatmu merasa segar dan siap menghadapi hari baru,” kata Lee.
Secara fisik, menangis membantu tubuh melepaskan hormon stres seperti kortisol dan prolaktin melalui air mata. Layaknya katup tekanan, menangis membebaskan perasaan tertekan, entah itu sedih, frustrasi, atau bahkan bahagia. Tangisan juga bisa jadi cara untuk mengekspresikan rasa syukur, lega, atau ikatan batin yang mendalam.
Data menunjukkan perempuan menangis lebih sering daripada laki-laki, sekitar 30 hingga 64 kali per tahun, sementara laki-laki hanya 5 hingga 17 kali. Menurut Dr. Alla Demutska dari Sekolah Psikologi Positif, ini lebih dipengaruhi norma sosial dibanding faktor biologis. Perempuan kerap menahan tangis agar tidak dianggap terlalu emosional atau tidak profesional, sedangkan laki-laki diajari bahwa menangis identik dengan kelemahan.
Padahal, menangis adalah respons alami manusia dan bukan tanda kelemahan. Namun, menangis berlebihan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, hubungan sosial, atau disertai pikiran menyakiti diri sendiri bisa jadi pertanda perlu bantuan profesional. Menangis tanpa penyelesaian emosi bisa menandakan depresi, trauma, atau kesulitan memahami perasaan.
Sebaliknya, tidak pernah menangis sama sekali juga perlu diwaspadai karena bisa menunjukkan penghindaran emosional atau mati rasa. Jadi, menangis dengan cara yang sehat justru membantu menjaga keseimbangan mental dan fisik.