Tingkat kerawanan longsor tidak berubah tanpa perbaikan lingkungan
Jakarta (KABARIN) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut Banjarnegara dan Cilacap sebagai wilayah dengan jumlah korban longsor terbanyak dalam satu dekade terakhir di Jawa Tengah.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menjelaskan dalam konferensi daring “Disaster Briefing” di Jakarta, Senin malam, bahwa longsor di Jateng kerap terjadi di wilayah tengah hingga selatan provinsi dan cenderung berulang jika lingkungan tidak diperbaiki.
"Tingkat kerawanan longsor tidak berubah tanpa perbaikan lingkungan. Kalau historisnya pernah terjadi, kemungkinan akan terulang lagi seperti yang saat ini terjadi," kata Muhari.
Data BNPB periode 2015–2024 mencatat Banjarnegara menempati posisi pertama dengan jumlah korban meninggal dan warga mengungsi akibat longsor. Tercatat ada 13.351 orang mengungsi dan 330 orang meninggal dunia.
Sementara Cilacap berada di posisi kedua dengan 9.547 orang mengungsi dan 276 korban meninggal. Kabupaten lain yang juga rawan longsor antara lain Magelang, Wonosobo, dan Purbalingga.
Menurut Abdul, longsor biasanya terjadi di perbukitan dengan struktur tanah gembur dan porositas tinggi, sehingga hujan deras yang turun lama bisa membuat tanah labil dan memicu longsoran. Kondisi ini menjadi penyebab bencana tanah longsor di Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap, Jumat (14/11) lalu yang merusak hingga satu kilometer dari pusat runtuhan.
Hingga Senin malam, dari 23 warga yang dilaporkan hilang, 16 ditemukan meninggal dan tujuh masih dalam pencarian. Abdul mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada terhadap tanda awal longsor, seperti pohon miring atau retakan tanah di lereng, dan menekankan pentingnya sistem peringatan dini berbasis teknologi agar warga bisa segera mengungsi saat hujan deras.
"Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan melalui penguatan vegetasi, penataan ruang, dan kesadaran masyarakat terhadap kondisi geografis setempat," kata dia.