Pakar hukum: PP 45/2025 harus perhatikan keberlanjutan industri sawit

waktu baca 2 menit

Jakarta (KABARIN) - Pakar Hukum Kehutanan dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Sadino, menekankan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2025 harus tetap memperhatikan keberlanjutan industri sawit nasional. Menurutnya, regulasi ini tidak hanya soal aturan, tapi juga dampaknya terhadap pelaku usaha kecil dan menengah di sektor sawit.

Sadino menambahkan, menjaga keseimbangan antara pertumbuhan industri dan kelestarian lingkungan menjadi kunci agar sektor sawit tetap produktif sekaligus ramah lingkungan. Hal ini penting agar regulasi berjalan efektif tanpa merugikan para pelaku usaha yang tergolong skala kecil maupun menengah.

“Industri sawit adalah tulang punggung perekonomian nasional, menyerap tenaga kerja lebih dari 18 juta orang, menjadi kontributor devisa utama, sekaligus mendukung ketahanan pangan, energi, dan target B50,” kata Sadino saat memberi keterangan di Jakarta, Kamis.

PP 45/2025 sendiri merupakan revisi dari PP 24/2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP. Salah satu sorotan utama peraturan baru ini adalah besarnya tarif denda administratif. Pemerintah menetapkan denda Rp25 juta per hektare per tahun untuk lahan sawit yang dianggap melanggar. Jika lahan dikuasai selama 20 tahun, dendanya bisa mencapai Rp375 juta per hektare, jauh melampaui harga pasar lahan sawit yang hanya berkisar Rp50–100 juta per hektare.

Sadino menilai aturan ini perlu ditinjau lebih jauh karena mayoritas pelaku industri sawit adalah petani yang menguasai sekitar 42 persen lahan nasional. Ia menekankan prinsip pengenaan denda seharusnya disesuaikan dengan tingkat pelanggaran dan keuntungan yang diperoleh, bukan angka tetap.

Ia juga menyinggung peraturan sebelumnya, PP 24/2021, yang memberikan ruang penyelesaian secara administratif untuk memperbaiki kepatuhan tanpa mematikan usaha. Selain itu, Sadino mengingatkan PP 45/2025 berpotensi memengaruhi kepastian hukum dan iklim investasi nasional, terutama terkait pengambilalihan lahan sawit skala besar oleh BUMN.

“Kebijakan yang salah bisa memperburuk ekonomi jika diambil tanpa data valid dan aktual,” ucapnya.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka