Health

Kemenkes ingatkan masyarakat untuk waspada leptospirosis pascabencana

Jika mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala, atau mata merah setelah terpapar air banjir atau lumpur, segera periksa ke fasilitas kesehatan. Jangan menunggu sampai kondisi memburuk

Jakarta (KABARIN) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan masyarakat untuk lebih waspada terhadap penyakit leptospirosis yang kerap muncul setelah bencana banjir dan tanah longsor. Peringatan ini disampaikan lewat penerbitan Surat Edaran (SE) guna menyiagakan penanggulangan penyakit yang bisa berakibat fatal jika terlambat ditangani.

Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Murti Utami, di Jakarta, Kamis, mengatakan leptospirosis perlu mendapat perhatian serius, terutama di wilayah terdampak banjir. Pasalnya, penyakit ini sering kali tidak terdeteksi sejak awal karena gejalanya mirip demam biasa.

“Leptospirosis sering tidak disadari karena gejalanya ringan di awal. Padahal bila terlambat ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi berat hingga kematian,” ujar Murti Utami.

Peringatan tersebut tertuang dalam SE Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Nomor PV.03.03/C/5559/2025 tentang Kewaspadaan Potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis.

Leptospirosis sendiri merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira. Penyakit ini menular melalui urine hewan yang terinfeksi, terutama tikus, yang kemudian mencemari air, lumpur, tanah, atau makanan.

Menurut Murti, kondisi pascabencana menjadi situasi yang ideal bagi penularan leptospirosis. Sanitasi yang buruk, genangan air di mana-mana, hingga meningkatnya populasi tikus setelah banjir membuat risiko penularan makin tinggi. Aktivitas warga yang membersihkan rumah atau beraktivitas di area tergenang tanpa alat pelindung diri juga memperbesar peluang terinfeksi.

Ia pun mengingatkan masyarakat agar tidak menyepelekan gejala awal penyakit ini.

“Jika mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala, atau mata merah setelah terpapar air banjir atau lumpur, segera periksa ke fasilitas kesehatan. Jangan menunggu sampai kondisi memburuk,” katanya.

Untuk mencegah keterlambatan penanganan, Kemenkes meminta fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan. Leptospirosis diminta menjadi diagnosis banding pada kasus demam akut, terutama jika pasien memiliki riwayat paparan risiko dalam dua minggu terakhir.

Selain itu, penguatan surveilans juga ditekankan. Dinas Kesehatan daerah diminta memantau tren kasus, melakukan pelaporan cepat melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), serta melakukan penyelidikan epidemiologi jika ditemukan lonjakan kasus.

Di tingkat masyarakat, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

“Leptospirosis sebenarnya bisa dicegah jika kita waspada sejak awal, baik dari sisi lingkungan, perilaku masyarakat, maupun kesiapsiagaan layanan kesehatan,” ujar Murti Utami.

Dengan kewaspadaan bersama, Kemenkes berharap risiko leptospirosis pascabencana bisa ditekan dan tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa.

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Raihan Fadilah
Copyright © KABARIN 2025
TAG: