Dua kereta pusaka Keraton Yogyakarta diarak setelah 12 tahun disimpan

waktu baca 2 menit

Yogyakarta (KABARIN) - Dua kereta pusaka berusia lebih dari seabad milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat kembali keluar dari Museum Wahanarata dan diarak untuk pertama kalinya setelah 12 tahun disimpan.

Momen langka ini digelar dalam rangka Kirab dan Pergelaran Beksan Trunajaya, memperingati Tingalan Dalem Taun atau ulang tahun Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 berdasarkan penanggalan Jawa, pada Rabu (22/10).

“Besok menjadi momen istimewa buat kita semua. Setelah lebih dari satu dekade, akhirnya Keraton kembali akan mengeluarkan dua kereta kudanya,” ujar Kepala Museum Wahanarata RM Pradiptya Abikusno, di Yogyakarta, Selasa (21/10).

Dua kereta yang akan ikut kirab adalah Kyai Landower Surabaya dan Kereta Premili, dua pusaka yang menyimpan kisah panjang perjalanan budaya Keraton Yogyakarta.

Kyai Landower Surabaya merupakan kereta buatan Spyker, Belanda, pada tahun 1900, dengan dominasi warna hitam elegan, lentera persegi berlapis perak, serta gagang pintu berlapis nikel dan atap dari kulit hitam.
Kereta ini dahulu pernah digunakan oleh Gusti Pangeran Haryo Purubaya, yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

“Kereta ini sudah direstorasi dan dicat ulang agar tampil prima dalam kirab,” jelas Pradiptya.

Sementara Kereta Premili dirakit di Semarang pada tahun 1921, menggunakan komponen impor dari Belanda. Di bagian rodanya tertera merek “G. Barendse”.
Kereta ini memiliki kapasitas besar dan biasa digunakan untuk membawa rombongan hingga sepuluh penumpang.

Dalam kirab kali ini, Kereta Kyai Landower Surabaya akan ditunggangi oleh tokoh Tumenggung Trunajaya, sementara Kereta Premili akan membawa enam pemucal atau pelatih Beksan Trunajaya—tarian klasik penuh makna perjuangan dan keberanian.

Setiap kereta akan ditarik oleh empat ekor kuda pilihan, diiringi musik Bregada Keraton, penunggang kuda dari Beksan Trunajaya, serta partisipasi Bregada masyarakat.

Rute kirab dimulai pukul 15.00 WIB, dari Gedung DPRD DIY menuju selatan hingga Pagelaran Keraton Yogyakarta.

Sebelum dua kereta pusaka ini keluar dari museum, pihak Keraton melaksanakan ritual “caos dhahar”—upacara penghormatan dan doa untuk kelancaran prosesi.

“Biasanya ada sesaji khusus biar acaranya lancar,” kata Pradiptya.

Secara teknis, kedua kereta juga menjalani perawatan intensif, termasuk penggantian ban karet yang sudah menua serta penyempurnaan cat minor.

Kirab Trunajaya sendiri merupakan bagian dari perayaan budaya tahunan di Keraton Yogyakarta. Tahun ini menjadi kali kedua kegiatan tersebut digelar, namun kali pertama dua kereta pusaka kembali tampil di hadapan publik setelah lebih dari satu dekade.

“Kirab ini tahun kedua, dan kita harapkan bisa menjadi agenda tahunan. Tapi yang kereta keluar baru tahun ini, makanya jadi salah satu momen istimewa,” tutur Pradiptya.

Bagikan

Mungkin Kamu Suka